REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) soal usulan pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) agar maju lebih cepat. KPU berencana memercepat jadwal pendaftaran capres-cawapres Pilpres 2024 serta memperpendek durasi pendaftaran capres-cawapres.
"Tanyakan ke KPU," kata Jokowi singkat di Gudang Bulog Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (11/9/2023).
Lebih lanjut, Jokowi mengatakan, jajaran menterinya yang akan mencalonkan diri sebagai capres-cawapres pun tidak perlu mengundurkan diri. Yang terpenting, kata dia, tidak menggunakan fasilitas negara serta mengambil cuti saat berkampanye.
"Aturannya seperti apa, kalau aturannya tidak boleh, tidak usah mundur ya nggak papa. Yang paling penting tidak menggunakan fasilitas negara. Yang kedua kalau kampanye cuti. Aturannya jelas," tegas Jokowi.
Ia pun menegaskan akan memberikan izin kepada menteri-menterinya jika mengambil cuti untuk berkampanye. "Diizinkan lah. Dari dulu-dulu juga gitu," kata dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin mengatakan usulan pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden maju lebih cepat karena dapat meredakan ketegangan politik menjelang Pemilu 2024.
Dia menambahkan tak ada hambatan dalam memajukan jadwal seperti tertuang dalam draf Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dari awalnya 19 Oktober-25 November 2023 menjadi 10-16 Oktober 2023.
"Memajukan jadwal pendaftaran pasangan capres-cawapres tidak ada hambatan apa pun, baik secara administratif, yuridis, sosiologis, dan politis. Bahkan, memajukan jadwal pendaftaran akan ikut membantu meredakan ketegangan politik lebih cepat, khususnya di antara partai-partai pengusung," kata Yanuar dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (8/9/2023).
Dengan usulan perubahan jadwal seperti dalam draf rancangan PKPU tersebut, maka durasi pendaftaran capres dan cawapres untuk Pilpres 2024 menjadi lebih pendek yakni hanya tujuh hari. Bahkan, Yanuar pun mengatakan tak masalah jika jadwal pendaftaran dimajukan lebih awal lagi menjadi 1 Oktober 2023.
"Alasannya sederhana, agar masyarakat bisa mengetahui sejak awal siapa saja pasangan yang akan berkompetisi. Pada sisi lain, setiap pasangan memiliki waktu yang lebih panjang untuk sosialisasi," tegasnya.
Dia juga menilai durasi pendaftaran pasangan capres-cawapres selama sepekan itu sangat cukup, karena jumlah bakal pasangan capres-cawapres untuk Pilpres 2024 lebih sedikit daripada jumlah calon anggota legislatif Pemilu 2024. Menurut dia, pendaftaran pasangan capres-cawapres juga lebih sederhana karena setiap pasangan calon sejatinya bisa mendaftar lebih awal tanpa harus menunggu akhir waktu pendaftaran selama syarat utamanya terpenuhi.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mendukung rencana pencepatan jadwal pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menjadi 10-16 Oktober 2023. Mahfud mengajak semua pihak untuk menyukseskan pemilu sebagai amanah dari Tuhan.
“Enam hari saja. Ngapain ribut-ribut. Cari calon, tukaran terus, ribut. Percepat, coblosannya tetap tanggal 14 Februari (2024),” kata Mahfud MD saat berpidato dalam acara Konsolidasi Kebangsaan Lembaga Persahabatan Ormas Islam dan Lembaga Persahabatan Ormas Keagamaan (LPOI-LPOK) di Kuningan, Jakarta.
Mahfud mengatakan bahwa masa pendaftaran yang sebelumnya dijadwalkan 19 Oktober-25 November 2023 terlalu lama. Sehingga menimbulkan pertengkaran dalam penentuan calon yang akan maju.
“Sekarang tahapan-tahapan sudah berjalan. Malah ini akan dipercepat pendaftaran presidennya. Karena ini terlalu lama, bertengkar siapa yang maju, siapa yang daftar,” ujar Mahfud.
Dia menyatakan hal itu merespons pemajuan jadwal seperti tertuang dalam draf Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dari awalnya 19 Oktober-25 November 2023 menjadi 10-16 Oktober 2023.
“Ini draf karena keputusan perubahan jadwal, tidak perlu undang-undang. Hanya perlu kesepakatan antara DPR Komisi II, Mendagri (Menteri Dalam Negeri), KPU, Bawaslu. Ini saja ketemu, sudah setuju,” katanya.