Selasa 05 Sep 2023 13:20 WIB

Perlukah Siswa SMA Diajarkan Filsafat demi Bernalar Kritis?

Benarkah pelajaran filsafat membuat anak sekolah berpikir kritis?

Ibnu Arabi, sufi besar yang kontroversial, tapi diminati.
Foto:

Kesalahan kedua, para pengajar filsafat memperumit bahasan dengan menghimpun istilah-istilah teknis yang umumnya dari bahasa Yunani, Inggris, atau Latin. Bayangkan, pelajar pemula filsafat disuguhkan kalimat-kalimat rumit, seperti: seluruh proposisi tersusun dari konsep atau konsepsi dan justifikasi. Setiap konsep memiliki esensi, dan esensi dibagi ke dalam substansi dan aksedent. Aksedent dibagi kedalam kualitas, kuantitas, dan relasi.

Para pelajar filsafat pemula biasanya terpana, atau bengong. Tidak ada yang didapat selain keruwetan. Terbangun lah opini umum, bahwa filsafat itu rumit, ruwet, mumet, bikin puyeng. Padahal, para pengajar merumit-rumitkannya. Seperti ingin menunjukan kapasitas berfilsafat kelas tinggi harus dirasakan lewat kerumitan dan katak-pahaman para audien. 

Banyak pelajar pemula akhirnya menghindari filsafat. Seakan setiap kali belajar filsafat hanya menyadarkan keterbatasan nalar mereka bekerja memahami pengajaran. Pada tingkat tertentu, membangun keminderan pada psikis peserta belajar. Menggurutu untuk mengutuk diri sendiri, mengapa mereka setak-mampu itu menangkap pandangan-pandangan filosofis. 

Sangat sedikit usaha untuk mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia untuk istilah-istilah dalam pembelajaran filsafat. Juga, sangat kurang upaya menyederhanakan bahasan-bahasan filsafat dengan menghadirkan pengalaman harian peserta belajar sebagai dunia tempat teori-teori filsafat dapat berfungsi. Membedah, membongkar, atau memberi sudut pandang alternatif melihat pengalaman itu.

Karena itu, saya merasa cemas dengan usulan beberapa teman, agar filsafat diajarkan sebagai matapelajaran di SMA. Bukan saja tidak akan mampu membangun penalaran logis dan kritis pada peserta didik. Tapi malah memperumit siswa untuk menambah hapalan-hapalan baru yang tak mereka pahami. 

Kesalahan cara pengajaran filsafat harus segera diperbaiki. Demi memperbaiki nama baik filsafat sebagai ilmu dengan fungsi utama menjernihkan pengetahuan manusia. Juga demi usaha membudayakan penalaran filsafat di generasi milenial dan Gen Z Indonesia di masa hadapan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement