REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pengamat politik dari Universitas Andalas, Najmuddin Rasul, menilai Partai Demokrat tidak akan mudah membentuk poros baru atau poros keempat untuk menghadapi Pilpres 2024.
Peluang terbentuknya koalisi baru ini ada pada Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Demokrat bisa membentuk poros baru. Tapi itu tidak akan mudah. Perlu perhitungan dan lobi-lobi yang matang dengan PPP dan PKS," kata Najmuddin, Senin (4/9/2023).
PPP disebut bisa saja berkoalisi dengan Demokrat karena partai berlambang Ka'bah tersebut merasa tidak dianggap penting bagi PDIP. Karena PDIP dapat mengusung Ganjar Pranowo tanpa berkoalisi dengan partai lain. Sedangkan kader baru yang menjabat sebagai Badan Pemenangan Pemilu PPP, yakni Sandiaga Salahudin Uno dinilihat Najmuddin sangat berambisi ikut lagi kontestasi Pilpres.
Sementara PKS yang mengaku masih berkomitmen bersama Nasdem dan PKB mendukung Anies Baswedan dinilai rentan hengkang menyusul Demokrat. Karena PKS juga dianggap tidak terlalu berarti bagi Nasdem dan PKB yang telah mantap dengan pasangan Anies-Muhaimin.
Tapi yang jadi persoalan menurut Najmuddin apakah Sandiaga dari PPP mau hanya menjadi cawapres mendampingi AHY. Atau PKS hanya sebagai pelengkap dari koalisi baru tersebut.
Untuk lebih realistis, Najmuddin menyarankan Demokrat bergabung saja dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) pengusung Prabowo bersama Gerindra, PAN, dan Golkar. Di mana bila berhasil memenangkan Prabowo, AHY masih dapat mengamankan jatah kursi menteri.
Lalu tambah Najmuddin, Demokrat juga punya kans merapat ke PDIP mendukung Ganjar karena sebelumnya sudah terjalin komunikasi politik yang cukup intens antara AHY dan Ketua DPP PDIP, Puan Maharani.
"Tinggal bagaimana menghangatkan lagi hubungan SBY (Ketua Majelis Tinggi Demokrat) dengan Megawati (ketua Umum PDIP). Dua tokoh ini diketahui masih belum akur sejak Pemilu 2004," ucap Najmuddin.