Senin 04 Sep 2023 01:41 WIB

Pakar Hukum Kritik KPK Ikut Bermain Politik Lewat Rencana Pemanggilan Muhaimin

KPK memanggil Muhaimin setelah dideklarasikan sebagai cawapres Anies Baswedan.

Sejumlah pendukung mengangkat poster bergambar bakal calon presiden Anies Baswedan dan bakal calon wakil presiden Muhaimin Iskandar saat Deklarasi Capres-Cawapres 2024 di Hotel Majapahit, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/9/2023). PKB menerima tawaran Partai Nasdem untuk mengusung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden pada Pilpres 2024.
Foto: Antara/Moch Asim
Sejumlah pendukung mengangkat poster bergambar bakal calon presiden Anies Baswedan dan bakal calon wakil presiden Muhaimin Iskandar saat Deklarasi Capres-Cawapres 2024 di Hotel Majapahit, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/9/2023). PKB menerima tawaran Partai Nasdem untuk mengusung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden pada Pilpres 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas (Pusako FH Unand), Charles Simabura, mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terkesan ikut bermain politik dengan membidik kasus lama Muhaimin Iskandar pascadideklarasi menjadi calon wakil presiden (cawapres) pendamping Anies Baswedan. KPK membuka peluang memanggil Muhaimin pada pekan ini.

Charles menyebut kasus yang turut menyeret nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenaker) sudah bergulir sejak 2012 lalu. Ia menduga kasus ini sengaja disimpan untuk dikeluarkan sewaktu-waktu untuk kepentingan politik.

Baca Juga

"Kalau memang bersalah, kenapa tidak dari dulu. Yang begini yang kita khawatirkan dari kepemimpinan saat ini. Seolah-olah kasus yang menimpa pejabat dan elite politik itu menjadi alat yang akan dikeluarkan di momen-momen tertentu saja," kata Charles, Ahad (3/9/2023).

Charles meminta KPK menghentikan cara-cara bermain politik dalam pemberantasan korupsi. KPK kata dia didirikan untuk menumpas korupsi, bukan menjadi alat pamungkas oleh kepentingan politik orang-orang tertentu untuk menekan lawan.

Menurut Charles, kembali mengangkat kasus tokoh politik tertentu di momen jelang Pemilu tidak membuat KPK terlihat serius dalam pemberantasan korupsi. Sebab, mereka hanya ingin untuk menggembosi elektabilitas dan popularitas kandidat capres atau cawapres tertentu.

Selain itu lanjut Charles, sorotan KPK juga menjadi ajang pemberian cap kepada kandidat capres atau cawapres bahwa figur yang dimaksud bermasalah. Charles menambahkan penegak hukum ikut bermain politik ini tidak hanya dipraktekkan KPK.

Sebelumnya, Kejaksaan Agung juga memainkan peranan serupa saat memanggil Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto. Saat itu Airlangga dipanggil Kejagung beberapa waktu lalu terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas izin ekspor minyak sawit. Pemanggilan Airlangga kala itu ketika ada geliat ingin membawa Partai Golkar masuk ke koalisi pendukung Anies Baswedan.

"Pemanggilan Kejagung terhadap Airlangga itu kan juga sangat politis. Memberikan sinyal untuk hati-hati bila tidak bisa dikendalikan, kasusnya akan bergulir lebih serius," kata Charles menambahkan.

Sebelumnya diberitakan KPK berpeluang memanggil Cak Imin terkait dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi TKI di Kemenaker. Sebab, dia diketahui pernah menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja (Menaker) pada 2012.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur mengungkapkan, kasus rasuah ini diduga terjadi tahun 2012. Diketahui, Cak Imin pernah menduduki jabatan sebagai Menteri Tenaga Kerja (Menaker) sejak 22 Oktober 2009 hingga 1 Oktober 2014. Posisi itu dia emban saat tergabung dalam Kabinet Indonesia Bersatu II pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement