Ahad 03 Sep 2023 22:14 WIB

Pakar Hukum Tata Negara Usul Pembentukan RUU Transisi Kepresidenan

RUU itu diharapkan bisa mengatur transisi kekuasaan secara tertib dan damai.

Ahli hukum tata negara dan konstitusi asal Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid.
Foto: Dok Republika
Ahli hukum tata negara dan konstitusi asal Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia Dr. Fahri Bachmid mendorong pembentukan rancangan undang-undang (RUU) transisi kepresidenan di Indonesia. RUU itu juga diharapkan bisa menjadi alat untuk mengatur mekanisme serta memfasilitasi transisi kekuasaan yang tertib dan damai.

"Secara konstitusional pranata pengaturan transisi presiden tidak diatur secara spesifik," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Ahad (3/9/2023).

Baca Juga

Fachmi menjelaskan kebutuhan ketatanegaraan menjelang Pemilu 2024, bagaimana merumuskan pranata proses peralihan kekuasaan eksekutif secara tertib, damai, dan bermartabat dalam lingkungan jabatan kepresidenan RI. Menurut dia, RUU transisi kepresidenan itu prinsip dasarnya adalah kepentingan nasional yang mensyaratkan agar peralihan jabatan presiden dilakukan guna menjamin kesinambungan pelaksanaan pembangunan.

 

Menurut Fahri, diharapkan RUU itu juga mereduksi adanya potensi gangguan dalam bentuk apa pun, yang disebabkan oleh pengalihan kekuasaan eksekutif serta berimplikasi pada timbulnya instabilitas sosial politik. Menurut Fahri, perjalanan bangsa dan negara Indonesia selama ini, berkaitan dengan proses peralihan kekuasaan antara presiden, belum bertumbuh sebuah tradisi ketatanegaraan yang baik.

"Kebijaksanaan yang tinggi serta kearifan dari seorang kepala negara, dalam menciptakan tradisi ketatanegaraan, dan transisi kekuasaan menjadi penting untuk dikembangkan," katanya menegaskan.

Sebelumnya, pengamat politik Rocky Gerung dalam diskusi itu menjelaskan secara antropologi, politik di Indonesia, berbasiskan dendam. Di awali ketika Ken Arok menjadi Raja, hingga fenomena antar-Presiden di Indonesia. Misalnya, dijatuhkannya Presiden Gus Dur, hingga tak harmonis-nya hubungan politik Megawati dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Bahkan tidak menutup kemungkinan ketika Jokowi tidak lagi menjabat sebagai Presiden RI, bisa jadi mendapatkan serangan dari presiden terpilih “Ada perisai hukum, hingga kultur tersedia. Tetapi perisai yang paling tangguh adalah batin presiden sendiri,” jelasnya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement