REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali mengeluarkan peringatan dini kekeringan meteorologis pada 31 Agustus 2023 ini. Setidaknya, ada 26 kecamatan di DIY sudah berstatus siaga kekeringan meteorologis.
"Peringatan dini kekeringan meteorologis karena berkurangnya curah hujan dari keadaan normalnya dalam jangka waktu yang panjang, dengan kurun waktu bulanan, dua bulanan, dan seterusnya," kata Kepala Stasiun Klimatologi BMKG DIY, Reni Kraningtyas, Kamis (31/8/2023).
Reni menjelaskan, 26 kecamatan tersebut tersebar di empat kabupaten di DIY. Puluhan kecamatan tersebut berstatus siaga mengingat telah mengalami hari tanpa hujan lebih dari 31 hari, dan prakiraan curah hujan rendah kecil dari 20 mm/dasarian dengan peluang terjadi diatas 70 persen.
Reni merinci, di Kabupaten Bantul, kecamatan yang berstatus siaga tercatat sebanyak delapan kecamatan. Yakni Kecamatan Banguntapan, Bantul, Dlingo, Imogiri, Kasihan, Pundong, Sedayu, dan Sewon.
Di Kabupaten Gunungkidul, juga ada delapan kecamatan yang berstatus siaga yakni Kecamatan Gedangsari, Girisubo, Karangmojo, Ngawen, Playen, Ponjong, Tepus, dan Wonosari. Sedangkan, di Kabupaten Kulon Progo ada satu kecamatan yakni Kecamatan Girimulyo.
"Di Kabupaten Sleman ada Kecamatan Berbah, Cangkringan, Depok, Gamping, Kalasan, Ngemplak, Pakem, Sleman, dsn Turi," ucap Reni.
Sementara itu, juga dilaporkan ada dua kecamatan di Kabupaten Gunungkidul yang berstatus waspada kekeringan. Dua kecamatan tersebut, yakni Kecamatan Nglipar dan Kecamatan Semin.
"Berstatus waspada karena telah mengalami hari tanpa hujan lebih dari 21 hari dan prakiraan curah hujan rendah <20 mm/dasarian dengan peluang terjadi diatas 70 persen," ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya mengimbau masyarakat maupun pemerintah daerah untuk mengantisipasi dampak kekeringan meteorologis ini. Terutama daerah-daerah yang berada dalam wilayah peringatan dini, yakni daerah yang berstatus siaga maupun waspada.
"Agar mengantisipasi dampak kekeringan meteorologis pada sektor pertanian dengan sistem tadah hujan, mengantisipasi pengurangan ketersediaan air tanah atau kelangkaan air bersih, dan mengantisipasi peningkatan potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan," jelas Reni.