REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) mengingatkan para hakim di pengadilan mentaati SEMA 2/2023 tentang pedoman larangan pencatatan pernikahan antarumat berbeda agama. MA pun menegaskan, pedoman larangan pencatatan pernikahan berbeda agama tersebut, bukan bentuk pengekangan terhadap hak asasi manusia (HAM).
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi menerangkan, SEMA 2/2023 diterbitkan sebagai pedoman bagi semua hakim dalam memutuskan permohonan perikatan hukum dalam pernikahan berbeda agama.
Sebelum diundangkan, kata Sobandi, bimbingan teknis terkait SEMA tersebut, sudah dilakukan dengan melibatkan para hakim, dan para pemimpin empat lingkungan pengadilan. Yakni di pengadilan umum, agama, militer, maupun pengadilan tata usaha negara (TUN).
Pun kata Sobandi, dalam penerbitan SEMA tersebut, juga melibatkan tokoh-tokoh semua agama. Termasuk dengan melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan para pemuka agama Kristen, Katholik, Hindu, maupun Budha.
“SEMA 2/2023 tersebut, sudah menyerap banyak aspirasi dari tokoh-tokoh semua agama yang diakui di wilayah hukum Indonesia,” kata Sobandi, Rabu (30/8/2023).
“Dan MA menekankan, agar SEMA 2/2023 tersebut, harus dipedomani oleh semua hakim di empat lingkungan peradilan di seluruh Indonesia,” kata Sobandi menambahkan.
Sobandi, pun menerangkan SEMA 2/2023 tersebut, merupakan pelaksanaan teknis bagi semua hakim dalam pelaksanaan Pasal 2 ayat (1), serta Pasal 8 huruf f UU 1/1974 tentang Perkawinan. SEMA 2/2023 tersebut, pun dikatakan Sobandi, sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 24/PUU-XX/2022 yang diundangkan 31 Januari 2023 lalu. Dalam putusan MK tersebut, menyatakan norma Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 8 f UU 1/1974 tak bertentangan dengan HAM.
“Terkait dengan isu pelanggaran HAM terhadap pelarangan perkawinan antarumat yang berbeda agam, dapat diterangkan bahwa implementasi HAM di Indonesia berbeda dengan HAM di negara-negara sekuler,” kata Sobandi.
SEMA 2/2023 tersebut, kata Sobandi, justru sebaliknya, merupakan salah satu dari implementasi dari pemenuhan hak asasi manusia bagi para pemeluk keagamaan di Indonesia. “HAM di Indonesia tetap mengacu pada Pancisila, sebagai norma dasar pembentukan hukum yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,” begitu ujar Sobandi.
MA mengundangkan aturan tentang larangan pencatatan pernikahan berbeda agama melalui SEMA 2/2023 tentang ‘Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan’.
SEMA tersebut resmi diundangkan Ketua MA Muhammad Syarifuddin Senin 17 Juli 2023. SEMA 2/2023 untuk memberikan kepastian dan kesatuan penerapan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antarumat yang berbeda agama dan kepercayaan.