Selasa 29 Aug 2023 10:33 WIB

Bagaimana Sih Narasi Islamisme pada Pilpres 2024?

Perlu pemahaman utuh tentang Islam, islami, dan islamisme.

Aksi umat Islam 212 yang damai.
Foto:

Bagimana di Pilpres 2024?

Setelah kekalahan narasi Islamisme dan Islamisasi, satu-satunya yang tersisa adalah narasi Islam, tanpa embel-embel. Dalam hal ini, Islam sebagai identitas sosial, bukan sebagai ideologi politik dan prinsip berpolitik.

Artinya, para pemilih Muslim hanya mengidentifikasi diri mereka beragama Islam, tidak bercita-cita membangun hukum syariah di ruang publik dan tidak berpegang pada etika Islami dalam berpolitik.

Mayoritas Muslim Indonesia mengganggap penting isu identitas Islam dalam dalam ajang Pilpres 2024. Saiful Mujani Research Center (SMRC) menilai isu agama (Islam) masih menjadi penentu pada Pilpres 2024. Analisis data SMRC menyimpulkan, Anis Baswedan diyakini lebih membawa rasa keterwakilan identitas Islam dibandingkan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto (Republika, 2022).

Warga Nahdiyin (NU) yang diklaim sekitar 70-80 juta jiwa dan warga Muhammadiyah, yang diperkirakan berkisar 60 juta jiwa adalah bagian dari kekuatan politik Islam identitas itu.

Kedua Ormas Islam terbesar di dunia inilah yang telah merawat narasi Islam sebagai identitas sosial menjadi arus-utama perpolitikan Indonesia. Rezim Jokowi tanpa dukungan kedua ormas ini sangat sulit menghadapi narasi Islamisme FPI dan HTI. 

Namun, ini tak berarti ruang kebangkitan diskursus Islamisme dan Islamisasi telah sepenuhnya tertutup pada Pilpres 2024. Potensi konsolidasi ulang kekuatan politik Islamis dan Islami masih terbuka lebar lewat kerja-kerja ormas Islam penggerak gerakan massa 212. Terutama jika narasi islamisme dan islamisasi dipandang dapat menguntungkan koalisi, yang melibatkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di dalamnya. 

Kali ini Capres Anies akan menggantikan peran-peran Prabowo pada Pilpres 2019. Di bawah pesan-pesan politik simbolik Anies, narasi Islamisme dan Islamisasi akan mencari tempat seadanya. Peluang kebangkitan kedua narasi itu tetap membesar di provinsi-provinsi basis DI/TII tempo dulu. Terutama Aceh, Sumatra Barat, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan.  

Jadi, Prabowo menyesal pernah punya hubungan dekat dengan kelompok apa? Pastinya dengan kelompok Islamis, bukan dengan kelompok Islam!

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement