Rabu 23 Aug 2023 14:06 WIB

Hadapi Tantangan Disrupsi, Pemprov Jabar Ajak Santri Melek Digital

Era digital memegang peranan sangat signifikan di seluruh sendi-sendi kehidupan.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi transformasi digital. Era digital kini memegang peranan yang sangat signifikan di seluruh sendi-sendi kehidupan.
Foto: www.freepik.com
Ilustrasi transformasi digital. Era digital kini memegang peranan yang sangat signifikan di seluruh sendi-sendi kehidupan.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Era digital kini memegang peranan yang sangat signifikan di seluruh sendi-sendi kehidupan. Karena, internet menjadi salah satu bagian dari dunia digital, yang mendominasi kehidupan baik dari sisi ekonomi, politik, dan sosial. 

Menurut Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setda Provinsi Jawa Barat, Barnas Adjidin, agar tak ketinggalan zaman, semua pihak harus mampu beradaptasi dengan perubahan. Termasuk, para santri yang berada di pondok pesantren (ponpes). 

 

Bernas mengatakan, tak hanya pintar mengaji dan mendalami ilmu agama, santri di pontren juga dituntut melek digital. Oleh karena itu, agar santri melek digital, Pemprov Jabar menggelar workshop 'Literasi Digital Pengelola Pesantren dan Lembaga Keagamaan Lain di Jawa Barat', di Grand Sunshine Hotel Soreang, Senin (21/8/2023) hingga Rabu (23/8/2023). 

 

"Kita tahu pondok pesantren adalah institusi yang punya tanggung jawab terhadap kemampuan santrinya untuk kehidupan mendatang. Nah, untuk bisa berkiprah di era yang makin cepat, tentunya ada perubahan mendasar yang harus dilakukan melalui literasi digital," paparnya.

 

Barnas mengatakan, 20 tahun ke depan diperkirakan semua jenis pekerjaan harus menggunakan digital. Jadi, jangan sampai pondok pesantren jadi lembaga terbelakang dibanding lembaga lain yang sudah mulai dengan cepat menguasai teknologi.

 

"Oleh karena itu kami mencoba mengajak insan-insan, stakeholder yang berhubungan dengan pondok pesantren untuk digugah keterbukaannya. Kita tidak menginginkan ada pondok pesantren yang tabu terhadap saluran informasi," papar Barnas.

 

Saat ini, kata Barnas, masih ada pondok-pondok pesantren yang menganggap tidak baik keterbukaan informasi di era digital. Mereka, memandang keterbukaan informasi sebagai hal yang negatif. 

 

"Padahal tidak cukup hanya negatif, karena positifnya juga sangat banyak. Sebagaimana kita ketahui misalnya, untuk perubahan yang cepat tentu kita harus melek informasi," kata Barnas. 

 

Barnas mencontohkan informasi mengenai cuaca. Bagi santri berada di pesisir dan harus melaut, informasi cuaca sangat penting. Santri tidak akan asal berangkat melaut, tanpa melihat kondisi cuaca saat itu. 

 

"Semuanya harus melek, apalagi dengan dunia yang begitu cepat di perkotaan. Kalau tertinggal saja sedikit, besok kita tidak tahu lagi jalur ke sini yang kemarin dibuka, bisa saja ternyata ditutup," kata Barnas. 

 

Barnas mengatakan, ada 120 peserta yang mengikuti kegiatan tersebut. Mereka terdiri atas organ lembaganya yaitu keagamaan dari kemenag kabupaten/kota, pimpinan pondok pesantren, Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) dan forum lain yang sangat erat dengan pesantren. 

 

"Kita melihat ternyata apa yang dipikirkan oleh orang bahwa pondok pesantren tren itu terbelakang sekarang sudah menunjukkan tren terbalik. Sekarang banyak pondok pesantren yang menjadi tujuan pendidikan bagi orang-orang yang the have juga," papar Barnas.

 

Program literasi digital bagi pengelola pesantren dan lembaga keagamaan lain dilakukan dalam beberapa tahap. Tahun ini, kata Barnas, dilakukan di lima wilayah dengan masing-masing 120 peserta. 

 

"Ini wilayah Bandung Raya, besok Ciayumajakuning, dan seterusnya. Nanti setelah ini kita coba tahun depan. Kita akan melakukan kajian dengan perguruan tinggi, setelah ini bagusnya gimana,"papar Barnas. 

 

Di tempat yang sama, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Jawa Barat Dedi Supandi mengatakan dari lima visi dan misi, poin keempat menjadi salah satu alasan digelarnya workshop 'Literasi Digital Pengelola Pesantren dan Lembaga Keagamaan Lain di Jawa Barat'.

 

"Kita dan semua yang ada di sini, bagaimana mendukung di misi yang keempat yaitu meningkatkan produktivitas dan daya saing ekonomi umat yang sejahtera dan adil melalui pemanfaatan teknologi digital dan kolaborasi dengan pusat-pusat inovasi serta pelaku pembangunan," kata Dedi.

 

Berdasarkan data dari Kementerian Agama, kata Dedi, Jawa Barat memiliki 12.086 pesantren. Jumlah tersebut merupakan pesantren yang terdaftar. Ditambah dengan yang belum terdaftar, jumlah pesantren di Jawa Barat bisa lebih dari 12.086.

 

"Jumlah pesantren di Jawa Barat dengan Jawa Timur lebih banyak mana? Lebih banyak Jawa Barat. Perbedaannya apa, di Jawa Timur pesantrennya sedikit, santrinya banyak. Dibanding Jawa Timur, jumlah santri di Jawa Barat relatif lebih sedikit," kata Dedi.

 

Dengan kondisi tersebut, kata Dedi, pengetahuan terhadap literasi digital harus dikuasai Jawa Barat. Tanpa pengetahuan digital, santri-santri di Jawa Barat pasti kalah dibandingkan provinsi lain. 

 

Dedi berharap, dengan kegiatan workshop 'Literasi Digital Pengelola Pesantren dan Lembaga Keagamaan Lain di Jawa Barat', SDM yang dididik di pesantren Jawa Barat akan lebih berkualitas dibanding provinsi lain. "Tapi kitanya harus kolaborasi, saling ngobrol antar satu pesantren dengan pesantren lainnya," kata Dedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement