Selasa 22 Aug 2023 16:46 WIB

Kemendikbudristek Masih Pelajari Soal Kampanye di Fasilitas Pendidikan

Warga sekolah akan sangat rentan dimobilisasi sebagai tim kampanye atau tim sukses.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Gita Amanda
Sejumlah siswi baru mengikuti upacara, (ilustrasi). Kemendikbudristek menyatakan masih mempelajari keputusan MK soal kampanye di sekolah.
Foto: ANTARA/Fakhri Hermansyah
Sejumlah siswi baru mengikuti upacara, (ilustrasi). Kemendikbudristek menyatakan masih mempelajari keputusan MK soal kampanye di sekolah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) masih mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan kampanye untuk dilakukan di fasilitas pendidikan. Kemendikbudristek juga akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk membahas hal tersebut.

"Saat ini kami tengah mempelajari dan akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait soal putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023," ungkap Plt Kepala BKHM Kemendikbudristek, Anang Ristanto, kepada Republika, Selasa (22/8/2023).

Baca Juga

MK memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan, dalam hal ini sekolah dan kampus, sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye. Hal itu merupakan bunyi Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Selasa (15/8/2023) lalu.

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) khawatir putusan MK itu dapat membahayakan kepentingan siswa, guru, dan orang tua. Siswa, guru, dan warga sekolah akan sangat rentan dimobilisasi sebagai tim kampanye atau tim sukses para kandidat.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) pun menyayangkan keputusan itu. Ada sejumlah alasan yang FSGI sebutkan, salah satunya terkait persyaratan ‘tanpa atribut’ yang dinilai tidak semerta-merta menghilangkan relasi kuasa dan uang dan dapat membahayakan netralitas lembaga pendidikan.

“Sebab, dua hal itu bisa saja disalahgunakan oleh institusi pendidikan untuk mengomersialkan panggung politik di dalam tempat pendidikan. Kondisi itu jelas berbahaya bagi netralitas lembaga pendidikan ke depannya,” ujar Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, lewat keterangannya, Senin (21/8/2023) lalu.

Retno mengatakan, bahaya itu dapat semakin terlihat jika yang melakukan kampanye adalah kepala daerah setempat. Di mana, kata dia, relasi kuasa sudah jelas ada dan bahkan yang bersangkutan bisa menggunakan fasilitas sekolah tanpa mengeluarkan biaya. Ketika menggunakan aula yang berpendingin udara, maka beban listrik menjadi beban sekolah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement