Sabtu 19 Aug 2023 00:30 WIB

KPU akan Revisi Regulasi Usai MK Perbolehkan Kampanye di Sekolah dan Fasilitas Pemerintah 

KPU akan memasukkan pasal teknis kampanye di fasilitas pendidikan dan pemerintah.

Rep: Febryan A/ Red: Andri Saubani
Ilustrasi pemilu.
Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha
Ilustrasi pemilu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan akan segera merevisi regulasi terkait kampanye Pemilu 2024. Revisi itu sebagai tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan peserta pemilu kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan. 

"Tentunya KPU akan menyesuaikan peraturan teknis KPU. Sebagaimana kita ketahui, putusan MK itu bersifat final dan mengikat. Jadi nanti KPU akan melakukan perbaikan peraturan," kata Komisioner KPU RI Idham Holik ketika dihubungi Republika dari Jakarta, Jumat (18/8/2023). 

Baca Juga

Idham mengatakan, pihaknya akan merevisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu. Dalam beleid itu, diketahui ada pasal yang melarang kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan. 

Idham menyebut, pihaknya akan merevisi pasal tersebut sehingga kampanye di fasilitas pemerintah diperbolehkan sepanjang diizinkan oleh penanggung jawab tempat dan tidak memakai atribut kampanye. Pihak akan memasukkan pula pasal terkait teknis kampanye di dua fasilitas tersebut. 

Dalam proses revisi itu, kata Idham, KPU akan melibatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI dan meminta masukan publik. Setalah draf revisi rampung, KPU akan mengonsultasikannya dengan DPR dan Pemerintah. 

Terkait kapan revisi akan dilakukan, Idham belum bisa memberikan jawaban pasti. Sementara itu, Bawaslu RI mendorong KPU RI segera merevisi PKPU Kampanye. Bawaslu ingin revisi itu memuat batasan jelas terkait fasilitas pemerintah dan pendidikan apa saja yang boleh dipakai untuk berkampanye. 

"Jadi yang harus diatur misalnya fasilitas pemerintah seperti apa, apakah fasilitas pemerintah itu termasuk gedung pemerintahan seperti istana negara dan balai kota," kata Ketua Bawaslu RI kepada Republika di kantornya, Jakarta, Jumat. 

"Misalnya balai kota, yang kita takutkan itu digunakan oleh pak wali kotanya untuk berkampanye meski tanpa atribut," kata Bagja menambahkan. 

Bagja melanjutkan, dalam revisi PKPU itu, harus diatur pula apakah kampanye di fasilitas pendidikan seperti sekolah TK, SD, dan SMP diperbolehkan atau tidak. Hal ini penting mengingat siswa TK hingga SMP belum masuk usia memilih. 

Selain itu, lanjut Bagja, KPU juga harus mengatur metode kampanye apa saja yang diperbolehkan di fasilitas pendidikan dan pemerintah. Misalnya, kata dia, apakah boleh partai politik melakukan kampanye dengan metode rapat umum di kampus. 

"Terbayang di kampus ada rapat umum partai, apalagi kampus negeri, boleh atau tidak? Makanya kita harus bicara ketentuan teknis detailnya," kata Bagja. 

Sebelumnya, MK memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan (sekolah dan kampus) sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye. Hal itu merupakan bunyi Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Selasa (15/8/2023). 

Putusan tersebut bermula dari permohonan uji materi yang diajukan dua warga negara, Handrey Mantiri dan Ong Yenni, karena menilai ada inkonsistensi norma terkait larangan kampanye dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 280 ayat 1 huruf h melarang kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah. 

Sedangkan dalam bagian Penjelasan beleid itu, terdapat kelonggaran terkait larangan tersebut. “Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan," demikian bunyi bagian Penjelasan itu. 

Para penggugat meminta MK membatalkan bunyi bagian Penjelasan alias melarang kampanye di fasilitas pemerintah, pendidikan, dan tempat ibadah. Namun, MK hanya mengabulkan sebagian petitum mereka. Dalam putusannya, MK menyatakan bagian Penjelasan pasal itu tidak berkekuatan hukum mengikat karena menciptakan ambiguitas. Kendati demikian, MK memasukkan bunyi bagian Penjelasan itu ke dalam norma pokok Pasal 280 ayat 1 huruf h, kecuali frasa "tempat ibadah". 

"Sehingga Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu selengkapnya berbunyi, '(peserta pemilu dilarang) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu'," demikian bunyi putusan MK itu. 

photo
Daftar pemilih tetap pada Pemilu 2024 - (Republika.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement