Selasa 15 Aug 2023 10:12 WIB

Dari Fort de Kock, Muhammadiyah Membela Hak-Hak Perempuan

Muhammadiyah semenjak dahulu memperjuangkan dan membela hak perempuan.

Keterangan foto: suasana pekan di pasar Fort de Kock tahun 1930an. Sumber: media-kitlv.nl

“Muhammadiyah berharap bisa mendirikan universitas berbasis Islam tahun depan.” Ide Sutan Mansur ini segera disambut gemuruh tepuk tangan dari peserta. Sebuah perguruan tinggi akan dibangun, yang menelan biaya lebih dari f90.000. “Muhammadiyah bekerja dalam senyap, tanpa menimbulkan kegaduhan, dan bersabar untuk mewujudkan cita-citanya,” kata Sutan Mansur dalam pidatonya.

Ulama Muhammadiyah pun sudah banyak yang mengajar agama di berbagai sekolah menengah di Jawa. Sutan Mansur, kemudian mengumumkan armenhuizen untuk fakir yang membutuhkan bantuan, perawatan anak yatim, bantuan untuk orang sakit, yang berada di bawah pengawasan pengurus persyarikatan. Armenhuizen juga berada di bawah pengawasan dokter. Pelatihan kerja juga diajarkan untuk orang fakir dan miskin. 

Bahasa Arab juga diajarkan kepada para pemuda. Sebagian besar perhatian diberikan pada usaha untuk meningkatkan pendidikan jasmani dan rohani, pembentukan karakter, dan membangkitkan rasa kasih sayang terhadap sesama.

Bagian persyarikatan perempuan Aisyiyah, telah mempunyai program kerja yang sama dengan Muhammadiyah. Mereka mempunyai program merawat perempuan dan janda; mengangkat harkat perempuan melalui agama dan pengajaran. Aisyiyah juga memiliki sekolah dan armenhuizen.

Sutan Mansur terdiam sejenak. Kemudian, ia meminta agar menghentikan penghinaan terhadap perempuan. Perempuan, lanjut Sutan Mansur, merupakan anugerah suci dari Tuhan. 

“Kita diperintahkan untuk membimbing dan menghormatinya, tetapi perempuan saat ini banyak dihina, dan tidak memiliki suara dalam kehidupan sosial. Mereka hanya harus tunduk pada kehendak dan keputusan laki-laki. Muhammadiyah berusaha untuk mengubah hal ini.” Kata-kata ini segera mendapat tepukan meriah dari ibu-ibu Aisyiyah (Deli Courant, 26 April 1928).

Akhirnya, atas permintaan pertemuan, kesempatan itu diberikan kepada Syekh Djamil Djambek dari Fort de Kock, alias Bukittinggi. Seorang ulama yang sangat populer di kalangan Islam modernis di Sumatra Westkust. Inyik Djambek mencontohkan keteledoran kaum muslimin. Ia berhasil memikat hadirin dan berkali-kali membuat mereka tertawa dengan ucapannya yang jenaka. 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement