Jumat 11 Aug 2023 22:49 WIB

Pentingnya Konsumen Berperilaku Berkelanjutan Demi Masa Depan Bumi

Perilaku konsumen yang berkelanjutan terkait dengan pelestarian lingkungan

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya kembali melakukan pengukuhan Guru Besar, yakni Dwinita Laksmidewi. Guru besar bidang ekonomi pembangunan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis itu dalam orasi ilmiahnya mengajak konsumen untuk mempunya perilaku berkelanjutan di tengah kondisi iklim Indonesia dan global saat ini.
Foto: Ronggo Astungkoro/Republika
Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya kembali melakukan pengukuhan Guru Besar, yakni Dwinita Laksmidewi. Guru besar bidang ekonomi pembangunan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis itu dalam orasi ilmiahnya mengajak konsumen untuk mempunya perilaku berkelanjutan di tengah kondisi iklim Indonesia dan global saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya kembali melakukan pengukuhan Guru Besar, yakni Dwinita Laksmidewi. Guru besar bidang ekonomi pembangunan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis itu dalam orasi ilmiahnya mengajak konsumen untuk mempunya perilaku berkelanjutan di tengah kondisi iklim Indonesia dan global saat ini.

“Kualitas cuaca di Jakarta yang sangat buruk di beberapa hari terakhir adalah ulah manusia, ulah kita sendiri. Salah satu cara untuk memperbaiki kondisi ini yaitu dengan mendorong dan menuntut konsumen untuk berperilaku berkelanjutan. Orasi ilmiah yang disampaikan Prof Dr Dwinita sangat relevan dengan apa yang terjadi saat ini,” ujar Rektor Unika Atma Jaya, Agustinus Prasetyantoko, dalam sambutannya di Jakarta, Jumat (11/8/2023).

Dihadiri keluarga dan kolega, Dwinita menyampaikan orasi ilmiah dengan judul ‘Peran Keilmuan Pemasaran dalam Mendorong Perilaku Konsumen Berkelanjutan untuk Mendukung SDGs’. Dia menerangkan lebih lanjut mengenai perilaku konsumen berkelanjutan tersebut.

“Perilaku konsumen yang berkelanjutan adalah tindakan konsumen yang berdampak pada pelestarian lingkungan. Artinya konsumen yang secara sukarela memilih produk-produk yang ramah lingkungan,” ucap Dwinita.

Lebih lanjut dia menyoroti kesenjangan yang terjadi antara sikap dan perilaku konsumen terhadap berkelanjutan atau sustainable. Terdapat tiga kelompok konsumen, yaitu Fresh Green Young Consumer, Light Green Young Consumer, dan Dark Green Young Consumer. Lingkungan penting bagi mereka, tetapi keputusan dan perilaku pembelian dapat berbeda tergantung pada pemahaman pentingnya untuk berkelanjutan.

“Dari kelompok konsumen yang ada, kelompok konsumen muda ‘light green’ menjadi responden terbanyak. Mereka mempertimbangkan dampak lingkungan dalam pengambilan keputusan, tetapi tidak selalu tercermin dalam keputusan pembelian. Inilah yang disebut oleh banyak peneliti sebagai kesenjangan sikap dan perilaku,” jelas dia.

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup, Dwinita mengajak pelaku industri untuk mengantropomorfiskan alam. Menurut dia, sifat antropomorfis memengaruhi perilaku berkelanjutan. Itu berarti, semakin konsumen beranggapan bahwa alam mempunyai kesamaan dengan manusia maka akan semakin tinggi keinginan untuk berperilaku berkelanjutan.

“Maka, pesan pemasaran yang meminjam karakter dan emosi manusia, seperti gunung yang ‘marah’, ikan-ikan di laut yang ‘menderita’, hutan yang ‘meminta tolong’ akan mendorong perilaku konsumen untuk melindungi alam,” terang Dwinita.

Dia juga menjelaskan, pemasar dan konsumen bersama-sama dapat berkontribusi dalam upaya merawat bumi. Dengan memahami konsumen menurut karakteristik generasinya, pesan dapat disesuaikan agar dapat mengarahkan konsumen melakukan perilaku yang berkelanjutan.

“Faktor kemudahan, benefit untuk diri sendiri, kejelasan dampak, kemiripan alam dengan manusia, dan melibatkan faktor emosi melalui framing pesan, perlu dipertimbangkan agar mengurangi kesenjangan antara sikap dan perilaku berkelanjutan. Semua hal ini sangat mendukung usaha pencapaian SDG’s yang saat ini menjadi perhatian dan kepedulian di seluruh dunia,” tutur Dwinita.

 Selain sinergi pemasar dan konsumen, Dwinita juga menganjurkan masyarakat pada umumnya untuk turut serta berkontribusi dengan tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak lingkungan. Seperti tidak menggunakan plastik, tidak membuang sampah sembarangan, menghemat penggunaan listrik, dan memilih produk yang ramah lingkungan.

Dengan gerakan konsumen yang berperilaku berkelanjutan itu diharapkan bumi bisa lestari untuk generasi-generasi yang akan datang. Menurut dia, keberlanjutan telah menjadi komitmen Unika Atma Jaya untuk membekali lulusannya dengan perspektif sustainability, khususnya pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, sebagai bentuk profesionalitas dan kepedulian.

Dengan pengukuhan tersebut, kini Unika Atma Jaya secara resmi menambah jumlah anggota Dewan Guru Besar menjadi 27 Guru Besar tetap. Diharapkan hal tersebut dapat menjadi penyemangat dosen-dosen tetap lain di Unika Atma Jaya untuk bisa melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dan berjuang untuk menjadi Guru Besar.

“Walaupun jumlah profesor yang mengajar di Unika Atma Jaya cukup banyak, karena memang sudah menjadi profesor saat masuk ke Unika Atma Jaya. Produktivitas Unika Atma Jaya dalam beberapa tahun kebelakang untuk mencetak Guru Besar dapat menjawab kekhawatiran terhadap jumlah Guru Besar tetap yang dimiliki,” ujar Ketua Dewan Guru Besar Unika Atma Jaya, Aloisius Agus Nugroho.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement