REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Presiden Joko Widodo mempertimbangkan untuk menghapus sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB). Pengamat pendidikan, Doni Koesoema, menilai tak ada yang salah dari sistem zonasi.
"Bukan dihapus solusinya," kata Doni kepada Republika.co.id, Jumat (11/8/2023).
Menurut Doni, persoalan di zonasi PPDB terjadi karena kurangnya sinergi lintas kementerian. Ia melihat belum tampak sinergi antarkementerian dalam kebijakan tersebut.
"Karena ini perlu sinergi lintas kementerian, ini yang harus dilakukan," ujarnya.
Doni menyoroti belum sinkronnya antara Kemdikbud dengan pemerintah daerah (pemda) sehingga pemda membuat aturan zonasi sendiri, sementara Kemendikbudristek yang seharusnya membina justru kurang aktif.
"Lalu, masalah anggaran pendidikan kan harusnya Nadiem (Mendikbud) komunikasi dengan mendagri, pemda, dan menkeu, karena keuangan dari menkeu, tapi eksekusi di pemda," katanya.
Oleh karena itu, menurutnya pemerintah perlu memperkuat sinergi dengan pemda. Sebab yang belakangan terjadi menurutnya hanya masalah teknis. Kemudian dari sisi sistem dan paradigma menurutnya ada konsep zonasi yang dipahami keliru sehingga mendikbud sekarang hanya menambah masalah sendiri.
"Jadi, harus dibedakan masalah teknis, sistem, dan konsep teoritisnya mengapa memilih zonasi dan apa konsekuensi dalam sistem dan penguatan kapasitas di daerah," kata Doni.
Sebelumnya, Jokowi mengaku tengah mempertimbangkan untuk menghapus kebijakan zonasi dalam sistem PPDB. Menurut dia, sistem PPDB akan dicek secara mendalam terlebih dulu kelebihan dan kekurangannya, menyusul ditemukannya banyak permasalahan.
"Dipertimbangkan (dihapus) akan dicek secara mendalam dulu plus minusnya," ujar Jokowi di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta, Kamis.