REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) meminta Kemendikbudristek memperbaiki pengawasan pelaksanaan seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi sehingga mewujudkan prinsip keadilan.
“Kekacauan yang terjadi di lapangan saat ini menggambarkan lemahnya pengawasan,” kata anggota Komisi X DPR dari Fraksi PAN, Zainuddin, dalam keterangan di Jakarta, Ahad (30/7/2023).
Menurut dia, sistem zonasi pada PPDB sebenarnya sudah relatif bagus, tapi yang masih harus diperbaiki adalah pengawasan pelaksanaan di lapangan karena adanya pelanggaran menggambarkan kelemahan pengawasan.
Selain itu, sosialisasi secara masif dan baik harus dilakukan agar pemahaman masyarakat terkait seleksi PPDB sistem zonasi bisa diterima dan dijalankan dengan baik sehingga pelanggaran berpotensi berkurang.
“Kalau merasa kebijakan yang ada itu ada yang insecure maka kewajiban menteri sekarang memperbaiki,” ujarnya.
Dosen Universitas Negeri Malang (UM) Endang Sri Rejeki mengatakan karut-marut pelaksanaan PPDB 2023 harus segera dicari solusi agar tidak terulang pada masa mendatang.
Solusi yang dimaksud dia di antaranya membuat sekolah negeri baru maupun membuat regulasi baru yang tetap berbasis zonasi, yakni misalnya tidak 100 persen berdasarkan zonasi dari jumlah pagu.
“Alternatif lain, menegerikan lembaga swasta dengan persyaratan tertentu,” katanya.
Beberapa waktu lalu, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menyatakan bahwa kebijakan sistem zonasi PPDB bukan kebijakannya melainkan kebijakan Mendikbud sebelumnya, yaitu Muhadjir Effendy.
Nadiem pun mengakui bahwa kebijakan ini tentu membuatnya repot, tapi ia merasa sistem zonasi PPDB penting sehingga perlu dilanjutkan.
“Itu zonasi, kebijakan zonasi itu bukan kebijakan saya, kebijakan sebelumnya. Kebijakan Pak Muhadjir. Tetapi, kita sebagai satu tim merasa ini adalah suatu kebijakan penting yang pasti akan merepotkan saya,” kata dia.