REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - DPP PDI Perjuangan (PDIP) menggelar wayang kulit dalang 3 di halaman masjid At-Taufiq, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (28/7/2023). Kegiatan ini digelar dalam rangka merefleksikan Tragedi Kudatuli 27 Juli 1996.
Pewayang dalam pagelaran ini ialah Ki Joko Klentheng, Ki. Puthut Puji Aguseno, dan Ki. Alek Budi Sabdo Utomo.Lakon wayang ini ialah Pandawa Syukur (Sesaji Rojosuyo).
Agenda ini dihadiri Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bersama jajaran DPP PDIP serta tamu undangan serta masyarakat sekitar Lenteng Agung. Ketua DPP Sri Rahayu dan Nusyirwan Soejono juga ada di lokasi acara. Hadir juga Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas dan Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.
Bakal Calon Presiden Ganjar Pranowo juga hadir melalui Zoom.Ada juga Bupati Ngawi Ony Anwar, Wakil Bupati Ngawi Dwi Rianto Jatmiko, dan akademisi Connie Rahakundini Bakrie.
Dalam sambutannya, Hasto menyampaikan bahwa pagelaran wayang kulit ini sebagai bentuk Partai memperingati peristiwa penting 27 Juli 1996.
Menurut Hasto, saat itu kekuasaan otoriter mencoba untuk meredam seluruh gerakan arus bawah yang memberikan dukungan penuh kepada Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) saat itu, yakni Prof. Dr. (H.C) Megawati Soekarnoputri.
"Karena itu, Tragedi 27 Juli itu tidak berlebihan adalah momentum politik yang membuka gerbang demokratisasi di Indonesia," kata Hasto.
Dosen Universitas Pertahanan (Unhan) RI itu menambahkan kekuatan otoriter itu kemudian diluluhlantakkan oleh arus bawah, menjeblos tembok kekuasaan otoriter.
"Tembok yang sangat tebal berhasil dijebol meskipun kantor kita porak-poranda," jelas Hasto.
Meski demikian, lanjut Hasto, tragedi itu menciptakan banteng-banteng PDIP yang kuat.
Oleh karena itu, kata Hasto, wayang kulit ini juga sebagai ritual kehidupan untuk memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar peristiwa kelam HAM berat yang dialami PDI di masa lalu tidak terjadi kembali di kehidupan ke depan.
Dalam acara wayang ini, ditampilkan juga Tari Golek.