REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Dunia digital telah menjadi tempat berkembangnya informasi yang sangat pesat serta diharapkan dapat mendukung kemajuan digital di Indonesia. Namun, salah satu kelemahan dari penggunaan platform digital adalah munculnya beragam infromasi hoax yang tidak bertanggung jawab dan aktivitas peretasan yang mengancam keamanan digital.
Meskipun Indonesia berada di peringkat ke-24 dalam laporan Cybersecurity Index 2022 yang dikeluarkan oleh International Telecommunication Union -naik secara signifikan dari peringkat ke-41 di tahun 2018- tapi Indonesia tetap masuk kategori negara teratas dengan insiden serangan siber tertinggi menurut The Check Point Threat Index serta berada di peringkat ke-83 dari 160 negara pada pemeringkatan keamanan digital menurut laporan National Cyber Security Index (NCSI) 2022.
Di sisi lain, berdasarkan laporan We Are Social, terdapat 204 juta pengguna internet di Indonesia pada tahun 2022 dengan tujuan utama penggunaannya (sekitar 80%) adalah untuk mencari informasi. Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII) dalam rilis Indonesia Digital Outlook 2022 kemudian mengungkapkan bahwa mayoritas pengguna internet tanah air berusia 13 hingga 18 tahun.
Dengan demikian, kelompok muda/remaja yang duduk di jenjang pendidikan SMP -SMA adalah kelompok paling dominan yang dapat memainkan peran penting dalam membangun kesadaran publik terkait ancaman siber sehingga terbangun warga digital yang memiliki kesadaran untuk melakukan aktivitas online secara aman dan bertanggung jawab.
Menyikapi kondisi tersebut, Tim Pengabdian Masyarakat Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia mengadakan kegiatan Pelatihan Cyber Security Awareness (CYSA) untuk siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Jakarta Selatan pada hari Kamis, 27 Juli 2023. Pelatihan yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya peran warga digital dalam keamanan siber dan meningkatkan kemampuan dasar keamanan digital pada siswa madrasah diikuti oleh perwakilan siswa dari MAN 13 dan MAN 7 Jakarta Selatan.
Menurut Husnul FItri, ketua Pelaksana Kegiatan Pengmas, keamanan digital menjadi hal yang tidak ditawar lagi dalam perkembangan teknologi tapi seringkali tingkat kesadaran terhadap keamanan digital masih belum terbangun dalam masyarakat. Pemahamam tentang keamanan digital juga harus diperbaiki dan tidak terbatas pada hal-hal yang sifatnya teknis tapi juga mencakup keseluruhan elemen digital citizenship, seperti digital law, digital ethics dan digital literacy sehingga pemahaman dan kemampuan yang harus dibangun terlebih dahulu adalah kesadaran bahwa setiap pengguna teknologi saat ini adalah bagian dari warga negara digital yang bertanggung jawab. "Think before share adalah mindset penting agar kita bisa menjadi warga digital yang responsible," imbuh Husnul.
Kegiatan pelatihan yang berlangsung di Pusat Studi Jepang, Kampus UI Depok ini selain mengupas tentang digital citizenship, pengetahuan tentang konten negatif, hoax, dan sexting, serta cyber bullying juga menghadirkan ahli IT Aiman, Alauddin yang memberikan pengetahuan dan keterampilan praktis dasar keamanan siber. Menurut Sayyid, guru pendamping MAN 7, pelatihan ini sangat bermanfaat untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan tambahan yang tidak diperoleh di sekolah karena pengajaran IT sekolah dibatasi pada kurikulum yang ada.
Ikuti Whatsapp Channel Republika