REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Gadjah Mada Mohammad Pramono Hadi, mengusulkan penyusunan peraturan daerah (perda) terkait dengan pengelolaan sampah berbayar sesuai berat atau tonase di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pramono Hadi saat dihubungi di Yogyakarta, Kamis (27/7/2022), menyebut penerapan regulasi itu akan membantu mengurangi beban sekaligus mengompensasi pengelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Piyungan yang saat ini telah melebihi kapasitas.
"Sampah berbayar bisa jadi solusi karena selama ini yang masuk ke TPA Piyungan bukan hanya residu. Semua sampah masuk," kata Pramono.
Dengan regulasi sampah berbayar sesuai dengan tonase, Pramono mengemukakan bahwa masyarakat akan membayar jasa pembuangan sampah rumah tangga berdasarkan berat timbangan sampah yang dibuang. Makin berat sampah yang dibuang maka biaya akan makin mahal sesuai dengan harga dasar yang ditentukan. Sebaliknya, makin ringan maka biaya yang dikeluarkan makin murah.
Menurut Pramono, secara perlahan aturan tersebut akan membuat masyarakat mau memilah sampah organik dan anorganik secara mandiri sehingga yang dibuang dan sampai di TPA Piyungan hanya residu saja.
"Karena dari situ, masyarakat akan berpikir bagaimana cara mengurangi berat timbangan sampah tadi," kata dia.
Sementara itu, biaya jasa sampah yang dibayar masyarakat sebagian dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengadaan serta operasional teknologi pengelolaan sampah secara mekanik di tingkat hilir atau di TPA Regional Piyungan.
"Yang mampu membayar lebih banyak karena tidak sempat mengelola sampahnya sendiri tidak masalah karena dapat membantu pembiayaan pengelolaan sampah di tingkat hilir," kata dia.
Dengan teknologi itu, menurut Pramono, sampah yang terkumpul sebanyak 600 ton per hari di TPA Piyungan dapat dikelola dengan dicacah, dikompres, dan diangin-anginkan, kemudian dikemas maka akan menjadi RDF atau bahan bakar. Pada akhinya, kata dia, sampah yang ada di TPA Piyungan bisa ditambang sedikit demi sedikit kemudian dipilah dan diolah menjadi pupuk dan bahan bakar sehingga akan bisa memfungsikan lagi luas TPA Piyungan.
Oleh karena itu, dia meyakini apabila konsep itu dapat dibahas oleh Pemda DIY bersama DPRD DIY sehingga menjadi perda maka akan dapat menjadi solusi dari hilir sampai hulu terkait dengan pengelolaan sampah. Perda tersebut, menurut dia, nantinya akan menjadi landasan penegakan aturan sekaligus mengatur tarif minimum jasa sampah.
"Tarif iuran itu kalau masuk perda harus ada izin dari menteri keuangan sehingga harus ada pembahasan dahulu dari hulu ke hilir," kata dia.