REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosok Megawati Soekarnoputri di memang tidak cuma sebagai Ketua Umum di PDI Perjuangan. Dengan relasi top-down, Megawati benar-benar menjadi penentu tunggal setiap keputusan yang diambil PDIP.
Pengamat politik, Ray Rangkuti mengatakan, ada semacam komunikasi yang tidak berjalan di tubuh PDIP. Sebab, ia melihat, relasi yang terbangun selalu saja bersifat top-down yang keputusannya berasal dari Megawati.
Ia merasa, saat ini PDIP perlu bersyukur karena sosok Megawati memang masih memiliki wibawa yang cukup kuat. Artinya, relasi top-down di PDIP itu masih dimungkinkan terjadi, terutama menjelang pemilihan legislatif.
"Tapi, ke depan kalau relasi seperti itu dipertahankan PDIP, ini bibit-bibit dari degradasi, satu per satu semakin banyak orang yang semakin berani menyatakan beda dari keputusan DPP, lebih khusus keputusan Mega," kata Ray, Kamis (27/7/2023).
Pendiri Lingkar Madani (Lima) itu mengingatkan, apa yang dilakukan kader PDIP, Budiman Sudjatmiko, bukanlah yang pertama. Sebelum itu ada Gibran Rakabuming Raka dan Effendi Simbolon yang melakukan tindakan serupa.
Mereka, lanjut Ray, memberikan sinyal-sinyal dukungan kepada capres dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dan berakibat pemanggilan DPP. Sebab, PDIP dan Megawati sudah mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai capres.
Meski begitu, Ray merasa, belum terjadi perpecahan di tubuh PDIP karena ini masih dilakukan satu demi satu kadernya. Namun, ia mengingatkan, ini semua merupakan bibit-bibit degradasi pola komunikasi satu arah PDIP.
Mengingat sosok Megawati yang masih begitu kuat di PDIP, ia berpendapat, degradasi tetap muncul dari satu demi satu kader penolak keputusan DPP. Tapi, ia mengingatkan, wibawa Megawati seiring waktu akan semakin kecil.
"Wibawa Megawati akan semakin kecil, gelombang ini juga akan membesar, ada hajat yang cukup besar di lingkaran PDIP untuk menjadikan model komunikasi yang lebih relasional ketimbang struktural," ujar Ray.