Rabu 26 Jul 2023 07:17 WIB

Kesaksian Warga yang Resah Hutan Kota UKI Jadi Tempat Berkumpulnya Kaum LGBT

Mereka maunya yang gelap-gelap, kalau terang enggak mau.

Rep: Eva Rianti/ Red: Agus raharjo
Kondisi Hutan Kota UKI Cawang di Kelurahan Kebon Pala, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Selasa (25/7/2023) malam, usai ramainya pemberitaan sebagai lokasi perkumpulan kaum LGBT.
Foto: Republika/Eva Rianti
Kondisi Hutan Kota UKI Cawang di Kelurahan Kebon Pala, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Selasa (25/7/2023) malam, usai ramainya pemberitaan sebagai lokasi perkumpulan kaum LGBT.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Berkumpulnya kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di kawasan Hutan Kota UKI Cawang, Kelurahan Kebon Pala, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, diakui meresahkan masyarakat. Warga sekitar mengaku resah atas kehadiran kaum tersebut yang saban malam berkeliaran di kawasan ruang terbuka hijau (RTH) itu.

Salah satu warga, Rachim (45 tahun) yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang kopi keliling mengaku kerap melihat orang-orang yang diduga merupakan kaum LGBT berkumpul di Hutan Kota UKI Cawang.  

Baca Juga

“Ya lihat orang-orang pada kumpul di dalam, tapi adanya malam, dari jam 19.00 WIB sampai pagi, sampai subuh. Orang-orang itu maunya yang gelap-gelap, kalau terang enggak mau,” kata Rachim saat ditemui Republika.co.id saat tengah berdagang di kawasan Hutan Kota UKI Cawang, Selasa (25/7/2023) malam.

Berdasarkan pantauan Republika.co.id, kawasan dalam Hutan Kota UKI Cawang memang sangat sepi dan gelap. Hanya ada pepohonan yang besar dan menjulang yang ada di dalamnya dengan penerangan yang sangat minim atau remang-remang.

Menurut penuturan Rachim, dirinya kerap melihat kaum tersebut berkumpul dengan jumlah orang kira-kira bisa mencapai angka 50 orang. Mereka keluar masuk atau berlalu lalang di hutan kota dan mengincar lokasi gelap. Mereka berpakaian beragam, mulai dari pakaian biasa hingga pakaian yang ngejreng. Namun, Rachim menyebut tidak ada suara apa-apa yang keluar dari perkumpulan kaum itu, alias diam-diam.

Rachim mengungkapkan bahwa dirinya resah dengan adanya kaum tersebut. Bahkan, dia mengaku takut jika sewaktu-waktu perlu untuk ke dalam hutan kota, barang menggunakan fasilitas toilet di dalamnya.

“Ngerilah, saya takut kalau diapa-apain. Misalnya buang air kecil di toilet yang di dalam, kan gelap itu, takutnya langsung dideketin dan dipegang. Mereka begitu masalahnya,” ujar Rachim.

Sudah ada sejak 10 tahun lalu...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement