Jumat 04 Aug 2023 10:38 WIB

Sekolah Sepi Murid, Angka Putus Sekolah Melejit dan Biaya Sekolah Swasta Kian Melangit

Rata-rata biaya masuk sekolah swasta sudah di atas Rp.10 juta.

Foto ilustrasi protes biaya sekolah mahal.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Foto ilustrasi protes biaya sekolah mahal.

Oleh : Gita Amanda, Redaktur Ekonomi Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Di tengah ingar bingar berbagai isu yang lagi berseliweran di media masa mainstream maupun media sosial, ada satu isu yang selalu menarik perhatian saya. Sebenarnya pembahasan ini sudah tak lagi ramai dibicarakan. Orang-orang sedang tersita dengan berita ulah musisi pro-LGBT yang menghebokan panggung musik di Malaysia.

Tapi saya nggak mau bahas itu, sudah banyak yang mengulasnya. Ada satu hal yang selalu megusik rasa penasaran saya, yup, soal serba serbi pendidikan di dalam negeri.

Dunia pendidikan di tanah air memang menyimpan banyak sekali cerita. Beberapa waktu lalu misalnya, masih lekat diingatan berita tentang sekolah-sekolah dasar negeri di sejumlah wilayah yang hampir tak punya murid. Alasannya banyak warga sekitar sekolah yang lebih memilih memasukkan anaknya ke sekolah berbasis agama atau ada pula yang lebih memilih sekolah swasta.

Padahal logikanya, sekolah di sekolah negeri kan lebih minim biaya. Karena pemerintah menyediakan pendidikan gratis bagi warganya melalui sekolah-sekolah negeri ini. Tanpa uang gedung, tanpa uang bayaran bulanan. Tapi kenapa banyak yang tak berminat? Jawabannya sudah jelas, kualitas pendidikan di sekolah negeri mayoritas jauh dibandingkan sekolah swasta atau sekolah di bawah naungan Kementerian Agama.

Sekolah negeri identik dengan pembelajaran yang seadanya. Belum lagi tetap adanya pungutan-pungutan tak terduga. Makanya sekolah tanpa biaya 100 persen rasanya tak mungkin benar-benar ada. Sehingga kepercayaan masyarakat atau orang tua murid terhadap pendidikan di sekolah negeri semakin berkurang.

Masyarakat yang berasal dari kalangan kurang mampu pun jadi berpikir ulang soal sekolah, saat sekolah yang dijanjikan gratis tadi justru masih sering memungut berbagai macam biaya. Akhirnya selain banyak siswa lebih memilih masuk sekolah swasta tak sedikit pula yang akhirnya memutuskan berhenti sekolah.

Angka putus sekolah tinggi

Mirisnya, dikutip dari situs Good Stats, sepanjang tahun ajaran 2022/2023 ini, jumlah siswa putus sekolah masih sangat tinggi. Di tingkat SD angka putus sekolah mencapai 40.623 orang, tingkat SMP 13.716 orang, tingkat SMA 10.091 orang, dan SMK 12.404 orang. Padahal di tahun ajaran 2021/2022 angka putus sekolah sudah berhasil turun 9,3 persen jika dibandingkan dengan tahun ajaran 2020/2021.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa mayoritas keluarga menyatakan penyebab utama anak mereka putus sekolah 76 persennya karena masalah ekonomi. Sementara sebanyak 67,0 persen tidak mampu membayar biaya sekolah, dan sisanya 8,7 persen harus mencari nafkah.

Ini persis seperti yang terjadi pada sejumlah siswa yang mundur saat diterima di SMA 8 BUkit Duri, Jakarta Selatan. Padahal sekolah ini sejak dulu terkenal sebagai salah satu SMA favorit dengan segudang prestasi. Tapi berbagai alasan dilontarkan para siswa yang mundur, ada yang lebih memilih bekerja atau menjadi ojek online ketimbang harus duduk di bangku sekolah.

Padahal untuk memberantas kemiskinan konon pendidikan merupakan salah satu solusinya. Ini tentunya terus menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah. Bagaimana menghadirkan sekolah yang membuat siswa-siswanya atau orang tua siswa mau menyekolahkan anaknya di sana.

Sekolah yang menghadirkan kualitas dan fasilitas pendidikan yang layak, namun dengan biaya yang bisa dijangkau semua kalangan. Syukur-syukur bisa menghadirkan banyak sekolah gratis dengan fasilitas ciamik.

Sebab jika sekarang kita berbicara sekolah dengan kualitas dan fasilitas yang ideal, umumnya ditawarkan oleh sekolah-sekolah swasta bukan milik pemerintah.

Biaya sekolah swasta kian melangit

Tapi sayangnya, kini semakin minimnya fasilitas dan kualitas pendidikan sekolah negeri justru jadi peluang buat sekolah-sekolah swasta hadir dengan membawa ‘’solusi’’. Mereka berlomba menawarkan sekolah dengan fasilitas lengkap, kualitas pendidikan terjamin dan metode pengajaran yang sangat menarik. Tentunya dengan harga selangit.

Contoh saja ya, sekolah dasar swasta di bilangan Depok saja rata-rata biaya masuk sekolah nya sudah mencapai lebih dari Rp 10 juta. Itu untuk sekolah dengan fasilitas yang sedang-sedang saja. Sementara untuk sekolah yang fasilitasnya lebih lengkap, orang tua harus merogoh kocek lebih dalam lagi.

Tapi apakah lantas ini membuat sekolah-sekolah tersebut sepi peminat? Tentu tidak. Bahkan beberapa sekolah menerapkan metode waiting list untuk anak-anak bisa masuk sekolah tersebut. Pemerintah juga tak bertindak apa-apa, terkait biaya sekolah swasta yang semakin “menggila”. Mungkin pikir pemerintah, “itu bukan urusan gua”.

Bagaimana kalau anak-anak ini dari kalangan kurang mampu? Ya, terpaksa masuk sekolah negeri yang seadanya. Atau jika beberapa orang tua masih cukup mampu, biasanya mereka masih harus menyisihkan dana agar anak-anak mereka bisa menambah ilmu dengan les tambahan di sana sini.

Sebenarnya tak semua sekolah negeri minim fasilitas dan kualitas. Ada juga sekolah-sekolah negeri yang sudah memperhatikan kualitas pendidikannya. Beberapa bahkan sudah dilabeli sekolah percontohan. Tapi jumlahnya rasanya harus terus dan terus ditambah.

Saya masih bermimpi, suatu hari nanti Indonesia mampu menghadirkan sekolah dengan kualitas dan fasilitas istimewa namun tanpa biaya alias gratis. Seperti yang sudah diterapkan di beberapa negara tetangga kita seperti Singapura dan Malaysia. Siapa tahu ini akan menekan jauh bahkan menghapus angka putus sekolah.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement