Kamis 20 Jul 2023 21:31 WIB

Kemendagri Respons Soal Hakim Dilarang Izinkan Pernikahan Beda Agama

Keputusan MA menegaskan bentuk pernikahan yang sah di Indonesia.

Rep: Febryan A/ Red: Ani Nursalikah
Menikah (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menikah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Teguh Setyabudi merespons kebijakan Mahkamah Agung (MA) yang melarang hakim di setiap tingkatan mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama.

Teguh mengatakan apabila putusan pengadilan memang tidak memberikan izin maka ia akan mematuhinya dengan tidak melakukan pencatatan. Teguh pun menjelaskan bagaimana ketentuan pencatatan pernikahan dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

Baca Juga

Dalam Pasal 35 huruf a disebutkan bahwa pencatatan pernikahan berlaku bagi perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan.

Adapun "perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan" itu adalah pernikahan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama. "Artinya, perkawinan beda agama tidak dapat dicatatkan kecuali ada penetapan pengadilan," kata Teguh kepada wartawan, Kamis (20/7/2023).

Teguh melanjutkan, kini MA telah menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2/2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan antar-Umat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan. Dalam SEMA itu, Ketua MA melarang hakim di setiap tingkatan mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan.

Teguh menyebut hadirnya SEMA tersebut sebenarnya tidak mengubah cara Dinas Dukcapil memberikan pelayanan pencatatan pernikahan. Dinas Dukcapil tetap bekerja sesuai UU Administrasi Kependudukan.

"Tidak akan pernah ada pencatatan perkawinan beda agama di Dinas Dukcapil sepanjang pengadilan tidak mengabulkan permohonan perkawinan beda agama dan sepanjang tidak ada penetapan pengadilan," kata Teguh.

Sebelumnya, Senin (17/7/2023), Ketua MA Muhammad Syarifuddin menerbitkan SEMA 2/2023. Beleid tersebut tidak hanya melarang hakim mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan beda agama, tapi juga menegaskan bentuk pernikahan yang sah di Indonesia.

"Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 8 huruf f UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,” demikian bunyi poin satu dalam SEMA tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement