REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menemukan adanya kaitan antara komitmen pemilih terhadap demokrasi dengan pilihannya terhadap tiga bakal calon presiden (capres) yang beredar saat ini, yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Rasyid Baswedan. Hasilnya, 48 persen pemilih Prabowo adalah orang yang tak memiliki komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi.
Sebaliknya, hanya 29 persen pemilih yang memiliki komitmen terhadap nilai demokrasi yang memilih Prabowo. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh karier Menteri Pertahanan (Menhan) itu sebagai tentara pada Orde Baru yang dianggap sebagai masa anti-demokrasi.
"Di sini kita melihat bahwa orang yang mendukung Prabowo mungkin tidak melihat bahwa nilai-nilai demokrasi itu penting atau setidaknya mereka menganggap nilai-nilai demokrasi itu bukan sesuatu yang lebih penting dari faktor yang lain," ujar pendiri SMRC, Saiful Mujani dalam diskusi daring yang mengangkat tema "Nilai-nilai Demokrasi dan Pilihan Capres", Kamis (20/7/2023).
Sementara untuk Ganjar, ia dipilih oleh 26 persen pemilih yang tak memiliki komitmen terhadap nilai demokrasi. Sedangkan Anies juga memiliki angka yang sama dengan Gubernur Jawa Tengah itu.
Publik menilai, Ganjar memulai kariernya sebagai politisi di ujung Orde Baru dan menjadi aktivis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menentang masa tersebut. Anies juga relatif sama, tetapi ia berkarir politik setelah Indonesia mengalami reformasi.
"Melihat dari latar belakang yang berbeda ini, asumsi atau hipotesis yang terbangun adalah kalau masyarakat punya komitmen yang kuat pada demokrasi, kemungkinan mereka tidak mendukung Prabowo, sebaliknya akan cenderung mendukung Ganjar atau Anies," ujar Saiful.
Ia sendiri membagi nilai demokrasi ke tiga variabel, yakni kebebasan berpendapat, kebebasan berkumpul, dan kebebasan rakyat untuk mengkritik pemerintah. Dalam studinya pada Desember 2022, lebih dari 80 persen publik menilai ketiga variabel dalam demokrasi tersebut sangat penting.
Khusus untuk Prabowo, publik tentu tak bisa melepas latar belakangnya yang berasal dari Orde Baru yang dikenal dengan otoritarianismenya. Karenanya, orang atau pemilih yang memiliki komitmen pada nilai-nilai demokrasi cenderung akan menggerus suara Prabowo.
"Sebaliknya, bila komitmen pada nilai-nilai demokrasi semakin rendah, misalnya dari yang sebelumnya menyatakan cukup penting menjadi tidak penting, itu akan memperkuat dukungan pemilih pada Prabowo," ujar Saiful.