Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika
Bagaimana dengan Budiman Sudjatimiko? Pertanyaan ini ramai ditujukan kepada penulis karena termasuk angkatan aktivis di awal 1990-an. Sebagai orang kenal pribadi hal itu hanya saya jawab pendek dan enteng saja. ''Dia sekarang sudah menjadi politisi sejati. Warna sebagai ideolog sudah berkurang dan itu wajar karena sangat manusiawi. Saya mahfum dan paham manuver politiknya."
Siapa yang tak kenal Budiman? Semua orang yang tertarik politik Indonesia pasti kenal atau tahu pikiran serta sepak terjangnya. Sejak jauh masa dari ambruknya Orde Baru dia melawan total. Apa saja yang berbau Orde Baru semenjak mahasiawa disikat. Termasuk tentaranya yang kala itu disebut ABRI. Semua aktivis mahasiswa Yogyakarta kala itu paham sekali.
Pendirian politiknya memang 'kiri abis'. Dia tak setengah-setengah. Bahkan bersama rekan-rekannya kemudian mendirikan Partai Rakyat Demokrat. Namun sayang partai itu tak lolos ambang batas parlemen ketika pemilu di awal masa pasca Orde Baru. Teman-temannya banyak yang terpencar. Ada yang pergi ke luar negeri, ada juga yang kini berada di partai yang lain. Budiman Sudjatmiko memilih PDI Perjuangan sebagai sandaran politiknya.
Bakat politik Budiman memang besar. Kalau bicara ideologi memukau. Apalagi kemudian dia menyelesaikan pendidikan pasca sarjananya di Inggris. Makin lengkaplah dia sebagai politisi yang punya bekal akademis yang serius. Budiman jelas fenomenal. Sikapnya yang jelas dengan kenekatannya hingga berani membayarnya sampai masuk bui bersama teman-temannya.
Tak hanya itu, di masa awal terbit Republika pernah mencoba menelusuri apa siapa Budiman dengan Partai Pakyat Demokratnya. Saat itu kami sudah kumpulkan bahan. Tulisan edisi pertama telah muncul. Bahkan nama liputan itu sudah terpasang di berbagai spanduk di kota besar. Seingat penulis, spanduk itu sudah terpasang di ujung jalan Malioboro, dekat pertempatan jalan "teteg sepur' Stasiun Tugu.
Namun, sayang meski baru sekali terbit sudah muncul 'surat cinta' dari penguasa Orde Baru. Akhirnya, liputan PRD itu ditutup alias tak dilanjutkan. Katanya saat itu:"Kalian hanya bikin Budiman dan PRD dari kucing menjadi macan!"
Apa yang dikhawatirkan kepada kami soal Budiman kini masih benar adanya. Meski waktunya sudah terentang selama seperempat abad, manuver Budiman tetap ada magnetnya. Budiman yang selama lima tahun ini terkesan menghilang, kini sosoknya dibicarakan lagi. Uniknya, dia kini terang-terangan menyukai sosok tentara, bahkan 'orang atau tokoh yang ikonik semasa Orde Baru', yakni Prabowo.
Adanya manuver dia, sekali lagi banyak orang yang bertanya. Ada apa dengan manuver politik Budiman? Kenapa misalnya tidak dukung Ganjar Pranowo yang jelas jagoan partainya? Jawabnya, ya itulah politik! Apalagi semua tahu karena PDI Perjuangan pada Pemilu 2019 memindahkan Dapil Budiman dari Dapil Cilacap dan sekitarnya menjadi Dapil Jawa Timur VII, imbasnya Budiman harus angkat kursi dari Senayan karena kekurangan suara. Padahal di Dapil Cilacap dan sekitarnya itu Budiman di sana sudah menjadi macan yang sebenarnya. Pendukungnya solid terbina serta banyak sekali.
Lanjutkan membacanya pada halaman berikutnya