Kamis 06 Jul 2023 00:08 WIB

Tiga Warga Gunungkidul Tewas Positif Antraks: Terungkap Sapi Mati yang Dikubur Digali Lagi

Tradisi mbrandu diduga ikut jadi penyebab antraks mewabah di Dusun Jati Gunungkidul.

Petugas menunjukkan foto infeksi kulit yang menyerang warga terpapar antraks. Antraks tengah mewabah di Kabupaten Gunungkidul, tiga warga meninggal dunia. (ilustrasi)
Foto:

Tradisi mbrandu

Mewabahnya antraks di Dusun Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul juga diduga lantaran adanya tradisi mbrandu di kalangan masyarakat setempat. Dugaan itu diungkapkan oleh Kabid Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul, Retno Widyastuti. 

"Iya itu adalah salah satu hal bikin kita tidak berhenti-berhenti ada antraks itu," ujar Retno Widyastuti, Rabu (5/7/23).

Tradisi mbrandu adalah kegiatan membeli sapi mati atau sakit secara iuran bersama-sama antarwarga yang dimaksudkan untuk meringankan kerugian pemilik ternak. Daging sapi mati tersebut dibagikan kepada warga yang memberikan iuran. Biasanya harga per paket daging akan dijual murah untuk membantu warga yang tidak mampu.

"Satu paketnya itu dijual Rp 45 ribu. Uangnya dikumpulkan dikasihkan yang kesusahan, jadi itu tujuannya apik (bagus). Pas saya di sana bilang kalau mau mbrandu ya mbrandu barang sehat gitu, barang bermutu jadi tidak membahayakan manusia," tutur Retno.

Tidak hanya ternak mati yang disembelih, lewat tradisi mbrandu, mereka juga menyembelih hewan ternak yang keracunan lalu dipotong ketika sudah akan mati. Dalam kasus antraks sekarang ini, ternak yang dipotong adalah ternak yang sudah mati.

Tradisi mbrandu itulah yang diyakini menyebabkan kasus antraks berulang kali terjadi di Gunungkidul. Padahal salah satu cara agar antraks tidak menyebar adalah dengan mengubur sapi yang mati, sehingga virusnya tidak menyebar.

"Kalau dipotong itu kan bakteri yang ada di darah itu mengalir keluar berubah menjadi spora. Spora itu yang tahan puluhan tahun, 40-80 tahun di tanah," jelas Retno.

Upaya yang dilakukan agar spora itu tidak menyebar yakni dengan menyiram tanah yang terkontaminasi spora dengan 50 liter formalin 10 persen. Retno menambahkan bahwa tidak terjadi proses penularan antar manusia, tetapi dari lingkungan dan hewan lalu ke manusia. Oleh karena itu pihaknya berupaya melakukan sterilisasi tanah yang terkontaminasi.

Selain itu, Pemkab Gunungkidul terus berupaya melakukan edukasi mengenai tradisi mbrandu. Apalagi, saat ini pemerintah daerah sudah berhasil melokalisasi kasus ini hanya di Dusun Jati.

Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto berharap bahwa sosialisasi dan edukasi mengenai mbrandu ini bisa didengarkan oleh masyarakat. Mengingat hal ini telah terus berulang terjadi di sana.

"Kembali lagi faktor masyarakat itu, sehingga eman-eman (sayang-sayang) ya, tapi yang jelas terus akan kita melakukan sosialisasi," kata Wabup.

Selain itu, upaya ke depannya, pihaknya akan mencari langkah untuk bisa meringankan beban warga Gunungkidul yang merugi karena hewan ternaknya sakit atau mati.  "Kita harus ada upaya, karena itu risiko tinggi, antraks itu dampaknya luar biasa," katanya.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Gunungkidul Sidik Hery Sukoco menghimbau warga masyarakat terutama yang memiliki ternak yang sudah sakit agar tidak disembelih. Ia juga meminta warga setempat untuk senantiasa menjaga kebersihan lingkungan.

"Jangan dikonsumsi apalagi kalau sudah meninggal masih di-mbrandu. Kami edukasi kepada masyarakat agar kiranya hewan-hewan ternak yang sudah berpotensi sakit terpapar penyakit atau bahkan sudah meninggal mati itu jangan dikonsumsi," ujar Sidik.

 

photo
Penyakit mulut dan kuku (PMK) kembali muncul di Indonesia. - (Republika)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement