REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Lokataru Haris Azhar menyoal kesaksian dari Dirut PT Tobacom Del Mandiri (TDM), Brigjen TNI (Purn) Paulus Prananto. Haris memandang Paulus hanya jadi 'bemper' dalam kasus itu agar aktor utama pemain tambang di Papua tak terseret.
Hal tersebut dikatakan Haris dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (3/7/2023). Pada sidang itu, Paulus bersaksi dalam perkara pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan yang menjerat Haris dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanty.
"Maksud saya begini mau bilang, Paulus Prananto hadir di persidangan hari ini hadir sebagai bemper aja," kata Haris dalam sidang itu.
Haris menduga Paulus coba mengarahkan kesalahan pada dirinya sendiri. Haris mensinyalir Paulus ingin menanggung beban dari dugaan permainan tambang di Papua oleh perusahaan yang terafiliasi dengan Luhut.
"Dia ini kalau dalam konstruksi kasusnya kesimpulan saya saya mau bilang bahwa dia ini seolah-olah dialah yang bertanggung jawab dan itu personal," ujar Haris. Haris menyindir kesaksian Paulus sulit dibuktikan karena hanya lisan saja atau tidak terdokumen.
"Sayangnya di persidangan ini hanya dia sendirian yang melakukan klaim pribadi sepihak, 'saya saya yang tanggung jawab saya yang inisiatif saya yang punya duit, tapi tidak berjejak pada dokumen'," lanjut Haris.
Haris justru merasa kasihan dengan Paulus yang sudah berusia 75 tahun malah beraksi sebagai bemper perusahaan Luhut.
"Jadi dari sisi pembuktian menurut saya Paulus Prananto yang saya kasihan juga ya sudah senior citizen sudah tua harus tampil sebagai orang yang maju seolah-olah nih saya yang salah gitu saya yang melakukan inisiatif," ucap Haris.
Sebelumnya, Haris dan Fatia didakwa mengelabui masyarakat dalam mencemarkan nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Hal itu disampaikan tim JPU yang dipimpin oleh Yanuar Adi Nugroho saat membacakan surat dakwaan.
Paulus awalnya mengonfirmasi TDM pernah melakukan penjajakan dengan PT Madinah Qurata'Ain. Paulus mengeklaim penjajakan itu merupakan inisiatif pribadinya. Tapi belakangan kerja sama itu urung direalisasi menurut Paulus.
PT Madinah Quarrata’ai disebut Haris-Fatia sebagai salah satu perusahaan di Intan Jaya, Papua yang diduga terlibat dalam bisnis tambang.
Dalam kasus ini, Haris Azhar didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Fatia didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP tentang penghinaan.
Kasus ini bermula dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar.