Sabtu 01 Jul 2023 09:28 WIB

DPRD Minta Kasus TPPO Poltek Payakumbuh Diusut Tuntas

Jika benar terbukti, TPPO Poltek Payakumbuh mencoreng dunia pendidikan.

Rep: Febrian Fachri  / Red: Friska Yolandha
Tersangka kasus Tidak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). DPRD Sumbar meminta polisi menindak tegas pelaku TPPO di Poltek Payakumbuh.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Tersangka kasus Tidak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). DPRD Sumbar meminta polisi menindak tegas pelaku TPPO di Poltek Payakumbuh.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ketua DPRD Provinsi Sumatra Barat, Supardi, meminta Bareskrim Mabes Polri mengusut tuntas orang-orang yang terlibat dalam dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan oknum di salah satu Politeknik di Payakumbuh Sumatra Barat.

Supardi meminta polisi mendalami apa saja bentuk perlakuan yang dialami mahasiswa yang menjadi korban selama berada di luar negeri.

Baca Juga

"Kita meminta Mabes Polri agar mengusut tuntas kasus ini," kata Supardi, Jumat (30/6/2023).

Supardi juga mendesak Polri menindak selain orang yang terlibat langsung, tapi juga orang-orang yang mengetahui pengiriman mahasiswa magang ini tapi memilih untuk mendiamkan agar diproses secara hukum.

Supardi menilai bila kasus TPPO ini benar terbukti, berarti para pelaku telah mencoreng dunia pendidikan, khususnya di Sumatra Barat.

Supardi juga berencana memanggil pihak-pihak terkait untuk mencari tahu kebenaran kasus ini.

"Kasus ini masuk wilayah Sumatra Barat. Saya akan koordinasikan teman-teman (untuk pemanggilan)," ujar Supardi.

Seperti diketahui Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan dua orang tersangka yakni G dan EH. Keduanya sama-sama menjabat sebagai Direktur di Poltek tersebut dalam periode yang berbeda.

Keduanya mengiming-imingi mahasiswa magang ke Jepang. Tapi begitu tiga di Jepang, mereka dipekerjakan sebagai buruh dengan jam kerja yang tidak masuk akal.

Dalam sehari, mahasiswa yang dikirim itu bekerja selama 14 jam dari pukul 08.00 WIB pagi sampai pukul 10.00 WIB malam. Hal itu dilakukan selama tujuh hari dalam seminggu alias tanpa ada hari libur. Istirahat makan pun diperbolehkan perusahaan hanya selama 10-15 menit.

Para korban diberi upah sebesar 50 yen atau Rp 5 juta perbulan. Itupun dipotong sebesar 17.500 yen atau Rp 2 juta untuk memberi dana kontribusi kepada kampus.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement