REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Rein Rondonuwu, menanggapi virus Oz yang bersifat zoonosis atau menular melalui hewan. Dia mengatakan, virus yang telah memakan korban di Jepang itu belum masuk ke Indonesia.
“Di Indonesia belum ditemukan. Virus Oz adalah adalah anggota baru dari genus Thogotovirus, pertama kali diisolasi dari kumpulan tiga nimfa kutu Amblyomma testudinarium yang dikumpulkan di Perfektur Ehime, Jepang, pada 2018,” kata Maxi dalam konferensi pers daring dikutip, Kamis (29/6/2023).
Maxi menjelaskan, pada manusia, Thogotovirus telah menyebabkan ensefalitis atau radang otak, termasuk demam, pneumonia, hingga kematian. Namun, dia menyebut belum ada kepastian cara penularan virus tersebut.
“Belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan tertular dari gigitan kutu yang membawa virus tersebut,” lanjutnya.
Berdasarkan informasi dari National Institute of Infectious Diseases (NIID), kata Maxi, antibodi terhadap virus Oz sejauh ini ditemukan pada monyet liar, babi hutan dan rusa yang berhabitat di Perfektur Chiba, Tokyo, Gifu, Mie, Oita, Wakayama dan Yamaguchi. Meski demikian, Thogotovirus sejauh ini disebut Maxi sudah menyebar di banyak belahan dunia.
“Penegakan diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium virologi melalui pemeriksaan Elisa,” ujarnya.
Menurut Maxi, langkah yang bisa dilakukan untuk mitigasi sejauh ini hanya edukasi kepada peternak tentang sanitasi yang baik di peternakan. Termasuk, kata dia, dengan mengenakan pakaian lengan dan celana panjang saat berurusan di daerah berumput atau semak-semak.
“Diharapkan menggunakan lotion antiserangga,” katanya.
Dikabarkan sebelumnya, seorang perempuan Jepang berusia 70-an yang meninggal setelah 26 hari dirawat di rumah sakit menjadi korban pertama infeksi lewat kutu di dunia setelah terkena virus Oz di Provinsi Ibaraki timur, Tokyo utara, menurut otoritas setempat pada Jumat (23/6/2023). Ini adalah laporan kematian pertama di dunia yang disebabkan infeksi kutu, kantor berita Kyodo melaporkan.
Menurut Kementerian Kesehatan Jepang dan pemerintah setempat, perempuan tersebut mencari pertolongan medis pada musim panas 2022 usai mengalami gejala seperti demam dan kelelahan. Kondisinya semakin menurun setelah awalnya terdiagnosa pneumonia, sehingga dirinya harus dirawat di rumah sakit.