REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Jumhur Hidayat, menyebut Plt Gubernur DKI Heru Budi menjadi koban pertama petugas partai, Ganjar Pranowo. Labelisasi petugas partai dari PDIP untuk Ganjar akan lebih baik jika dihentikan.
“Saya kira ini salah satu bukti nyata dari efek buruk petugas partai yang diberikan kepada Ganjar. Dengan percaya diri, Ganjar merasa bisa menyuruh gubernur DKI dengan meneleponnya menyampaikan keluhan pegadang pasar . Padahal, itu bukan di wilayahnya, yang dia sendiri sama-sama gubernur,” kata Jumhur, Rabu (28/6/2023).
Hal ini disampaikan tokoh buruh dan aktivis pro demokrasi ITB ini, saat dimintai tanggapan soal peristiwa Ganjar Pranowo yang tiba-tiba menelepon Heru Budi. Saat itu Ganjar untuk menyampaikan keluhan pedagang Pasar Anyar Bahari, Tanjung Priok, Jakarta Utara, soal besarnya biaya retribusi bulanan. Padahal, itu bukan wilayah kerja Ganjar sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Jumhur menyebut tindakan Ganjar tersebut tidak etis, karena tindakan itu bisa mempermalukan Heru Budi. Sehingga wajar, jika Heru pun tak terlalu merespon telepon Ganjar tersebut dengan mengatakan dirinya mohon maaf karena sedang di acara kondangan. “Ganjar dan Heru sama-sama menjabat gubernur. Tidak boleh menyuruh-nyuruh, bagaimana kalau nanti jadi presiden,” ungkap dia.
Jumhur menduga, sikap Ganjar seperti itu diduga lebih karena dia merasa sudah mendapat status sebagai petugas partai. Dan peristiwa itu terjadi beberapa saat setelah hadir di acara pengerahan massa kader PDIP yang dikemas dengan acara Bulan Bung Karno di stadon GBK Jakarta.
"Harusnya PDIP belajar dari kasus petugas partai sebelumnya yang dianggap gagal. Masa mau diteruskan istilah itu, kasihan rakyat lah," ungkapnya.
Seperti diketahui, pada Sabtu (24/6) lalu, Ganjar berkunjung ke Pasar Anyar Bahari, Tanjung Priok. Saat berdialog dengan pedagang pasar di salah satu lapak, Ganjar menerima keluhan soal besarnya biaya retribusi bulanan, selain soal kondisi pasar yang sepi pembeli.
Mendengar keluhan tersebut, Ganjar langsung menelepon Heru Budi. Dalam telepon itu Ganjar mengatakan, “Ini Pak, saya mau sampaikan keluhan pedagang yang ada di Pasar Anyar Bahari”. Namun, pembicaraan tidak berlanjut karena dijawab Heru dengan ”Mohon maaf Mas, saya lagi kondangan,”
Jumhur menduga respon singkat dari Heru itu menunjukkan ketidaksukaan atas cara Ganjar menelepon dia. "Padahal, kira-kira, dia bisa menyampaikan di luar itu. Sementara, Ganjar sendiri bukan warga Jakarta, dan menjabat sebagai gubernur Jateng yang tak ada urusan kerja dengan DKI,” ungkapnya.
Terkait dengan itulah, Jumhur menyarankan agar PDIP mempertimbangkan kembali status petugas partai kepada capres Ganjar. Dikatakannya, selain tidak ada dalam konstitusi bernegara, sebutan petugas partai juga berkonotasi buruk dengan boneka partai. “Status sebagai petugas partai itu sebenarnya sangat merendahkan, bukan saja kepada Ganjar sebagai capres, juga kepada rakyat yang akan memilihnya,” kata Jumhur.
Mungkin, lanjut dia, kalau petugas rakyat lebih tepat, karena negara demokrasi memang meniscayakan adanya kedaulalatan rakyat. "Saya khawatir, kalau petugas partai, jika terpilih Ganjar lebih taat kepada partai ketimbang kepada rakyat, yang memilihnya,” ungkap Jumhur.