Rabu 21 Jun 2023 17:18 WIB

Novel Baswedan: Kasus Kebocoran Dokumen Penyelidikan di ESDM Kejahatan Serius

Polisi telah menaikkan kasus kebocoran dokumen itu ke tingkat penyidikan.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan pegawai KPK yang tergabung dalam Indonesia Memanggil 57, Novel Baswedan dan sejumlah perwakilan lainnya menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani sidang perdana gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Kamis (10/2/2022). Sidang gugatan sejumlah mantan pegawai KPK tersebut ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, lima pimpinan KPK dan Kepala Badan Kepegawaian Nasional (BKN) terkait tidak dilaksanakannya rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman RI atas tindak lanjut Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) saat proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Mantan pegawai KPK yang tergabung dalam Indonesia Memanggil 57, Novel Baswedan dan sejumlah perwakilan lainnya menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani sidang perdana gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Kamis (10/2/2022). Sidang gugatan sejumlah mantan pegawai KPK tersebut ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, lima pimpinan KPK dan Kepala Badan Kepegawaian Nasional (BKN) terkait tidak dilaksanakannya rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman RI atas tindak lanjut Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) saat proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan turut menanggapi kasus kebocoran dokumen penyelidikan dugaan rasuah di Kementerian ESDM yang kini tengah diusut oleh Polda Metro Jaya. Menurut dia, peristiwa ini merupakan kejahatan yang serius.

"Perbuatan membocorkan data atau dokumen penyelidikan tersebut sangat berbahaya karena selain bisa menggagalkan proses penyelidikan, juga sangat membahayakan penyelidik yang bertugas di lapangan," kata Novel dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/6/2023).

Baca Juga

Novel menilai, pelaku pembocoran data ini harus diusut hingga tuntas. Apalagi, kata dia, banyak pihak yang telah melaporkan kasus tersebut dan penanganannya sudah naik ke tahap penyidikan di Polda Metro Jaya. "Yang artinya penyidik meyakini ada perbuatan pidananya," ujar Novel.

"Ini kejahatan yang serius, hanya karena motivasi uang kemudian melakukan perbuatan pengkhianatan. Apalagi bila benar pelakunya adalah Pimpinan KPK," tambah dia menegaskan.

Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto mengakui pihaknya telah menaikan status penyelidikan ke tahap penyidikan kasus kebocoran dokumen hasil penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kementerian ESDM. Hal itu dilakukan setelah penyidik menemukan adanya unsur tindak pidana dalam kasus tersebut.

"Sudah ada peristiwa pidana berarti kami menemukan ada peristiwa pidana sehingga kami melakukan dengan surat perintah penyidikan," tutur Karyoto kepada awak media di Polda Metro Jaya, Selasa (20/6/2023).

Penemuan adanya unsur pidana dalam kasus tersebut, kata Karyoto, usai penyidik melakukan pemeriksaan atas laporan yang diperkirakan lebih dari 10 laporan tersebut. Adapun bukti adanya tindak pidana dalam kasus tersebut adalah informasi yang dirahasiakan penyidik KPK telah sampai ke orang yang telah menjadi sasaran. Sehingga sesuatu yang sebelumnya rahasia menjadi bukan rahasia dan diketahui oleh pihak yang menjadi target operasi.

"Buktinya apa, adanya informasi yang kita dapatkan yang masih dalam proses penyelidikan di KPK ada di pihak-pihak yang sedang menjadi target penyelidikan itu. Artinya yang sebelumnya rahasia menjadi tidak rahasia oleh pihak pihak yang menjadi objek penyelidikan," ujar Karyoto.

Kasus dugaan kebocoran dokumen penyelidikan perkara korupsi di Kementerian ESDM berlanjut dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/1951/IV/2023/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 11 April 2023 oleh Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI). Lalu laporan kebocoran dokumen ini naik ke tahap penyidikan diungkapkan oleh Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho selaku pelapor.

Keputusan Dewas

Sebelumnya Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, Firli tidak terbukti melakukan pelanggaran etik. Sehingga laporan yang diajukan oleh eks Direktur Penyelidikan KPK Brigjen Endar Priantoro dan belasan pelapor lainnya itu tak dapat naik ke sidang etik.

"Laporan Saudara Endar Priantoro dan 16 pelapor lainnya yang menyatakan saudara Firli Bahuri melakukan kode etik membocorkan sesuatu adalah tidak terdapat cukup bukti untuk dilakukan ke sidang etik," kata Tumpak dalam konferensi pers di Gedung KPK C1, Jakarta Selatan, Senin(19/6/2023).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement