REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Nanang Abdul Manaf mengajak pelaku usaha industri minyak dan gas untuk menanamkan mindset sense of crisis dan sense of urgency guna menekan angka kecelakaan kerja.
Sense of crisis merupakan kemampuan menyadari terjadinya kondisi atau situasi yang potensial menjadi ancaman dan harus segera diatasi. "Sedangkan sense of urgency adalah kemampuan untuk segera mengambil tindakan dan menyelesaikan sebuah kondisi/situasi krisis," kata Nanang dalam acara The 13th Indonesia Human Resource Summit (IHRS) pada 19-20 Juni 2023 di Badung, Bali.
Nanang berpendapat, mindset atau pola pikir merupakan aspek paling penting terkait manusia. Pola pikir dengan sense of crisis dan sense of urgency diperlukan untuk menekan potensi kecelakaan kerja yang terjadi di industri Tanah Air.
Walaupun incident rate Indonesia masih berada di bawah rata-rata incident rate global, dia menegaskan bahwa industri perlu memastikan bahwa tidak ada insan pekerja hulu migas yang mengalami kecelakaan kerja.
"Pertanyaannya kembali ke kita semua, sejauh mana kita sudah membudayakan sikap sense of crisis dan sense of urgency terhadap kejadian atau potensi kecelakaan kerja di tempat kita masing-masing," ujarnya.
Nanang menyampaikan pola pikir dengan sense of crisis dan sense of urgency diperlukan dalam sektor hulu migas karena Indonesia hanya memiliki waktu kurang dari tujuh tahun untuk mewujudkan visi besar 1 juta BOPD dan 12 BSCFD produksi migas di 2030.
Waktu tujuh tahun ini adalah waktu yang sangat singkat untuk bisnis hulu migas. "Karenanya, setiap potensi kehilangan produksi atau mundurnya proyek yang akan menjauhkan kita dari visi besar kita harus kita sikapi dengan sense of crisis dan sense of urgency," ujarnya.
Ia menuturkan, industri hulu migas telah menyusun sebuah Rencana Strategis Indonesia Oil and Gas (IOG) 4.0 dengan tiga target utama, yaitu mencapai produksi 1 juta BOPD dan 12 BSCFD pada 2030, mengoptimalkan peningkatan nilai tambah dari kegiatan hulu migas dan memastikan keberlanjutan lingkungan.
"Dapat kita lihat bahwa tujuan renstra ini tidak hanya semata-mata peningkatan produksi migas saja, tapi juga bagaimana industri hulu migas ini dapat sebagai motor penggerak dalam peningkatan multiplier effect bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia dan juga untuk memastikan keberlanjutan lingkungan," ujar dia.
Renstra IOG 4.0 tersebut terdiri dari 10 pilar dan enablers, sebagai kerangka kerja strategis. Lalu, 22 program kunci untuk menjalankan program, 80 target untuk memonitor perkembangan, dan lebih dari 200 rencana aksi untuk menjalankan program.