REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ditjen Imigrasi Kemenkumham menunda keberangkatan 10.138 Warga Negara Indonesia (WNI) sepanjang 2023. Mereka diduga akan bekerja di luar negeri tanpa dokumen yang sah.
Mereka ditunda keberangkatannya dari berbagai Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) seluruh Indonesia termasuk Bandara Internasional, Pelabuhan antar Negara ataupun Pos Lintas Batas Negara. Hal ini bentuk komitmen Ditjen Imigrasi dalam pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
"Yang dijanjikan agen/calo pemberi kerja tidak sesuai kenyataan. Sampai di lokasi
paspor ditahan, dipekerjakan tidak sesuai dengan perekrutan awal, tidak dibayar
gajinya dan sebagainya," kata Dirjen Imigrasi Kemenkumham Silmy Karim dalam keterangannya pada Rabu (14/6/2023).
Silmy mengingatkan pekerja migran yang masuk secara ilegal membuat posisi tawar mereka menjadi lemah. Mereka pun berpotensi menerima perlakuan yang kejam oleh majikan di luar negeri.
"Pekerja migran adalah profesi yang paling rentan menjadi objek perdagangan orang," ujar Silmy.
Silmy menekankan TPPO merupakan kejahatan transnasional. Penanganannya membutuhkan kerja sama lintas instansi. Pada proses keberangkatan di TPI, petugas Imigrasi mengacu pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 44 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemeriksaan Masuk dan Keluar Wilayah Indonesia. Sebagai bentuk pengawasan keimigrasian, Petugas di TPI akan memeriksa setiap WNI yang akan ke luar Indonesia.
"Bagi yang akan berwisata atau kunjungan sosial bisa diberangkatkan jika tidak ditemukan masalah pada dokumen keimigrasian dan tidak masuk dalam daftar pencegahan," ujar Silmy.
Sedangkan yang tidak memenuhi persyaratan -terutama bagi yang akan bekerja- akan ditunda keberangkatannya hingga persyaratan tersebut lengkap.
Maraknya TPPO menurut Silmy menunjukkan pentingnya edukasi kepada masyarakat.
"Kantor imigrasi perlu memberikan pemahaman akan bahaya TPPO dan menjelaskan gambaran yang mungkin terjadi jika seseorang terjebak TPPO," ujar Silmy.
Selain edukasi, Silmy menyebut peran Imigrasi vital dalam pencegahan TPPO dari hulu, terutama saat proses penerbitan paspor. Silmy menjamin Ditjen Imigrasi mengupayakan mekanisme pengecekan persyaratan permohonan paspor ke instansi terkait bisa lebih cepat, mudah, dan akurat.
Hal ini untuk mengurangi pemalsuan dokumen persyaratan paspor. Kemudian, setiap pemohon wajib mencantumkan penjamin atau pihak yang menjamin informasi yang diberikannya benar.
"Kita tentu dengan semangat tinggi, bersama-sama dengan instansi terkait mendukung pemberantasan TPPO karena sangat bertentangan dengan hak asasi manusia," ujar Silmy.