REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut tak perlu dipermasalahkan. Padahal aturan itu berpotensi membuat Indonesia melegalkan ekspor pasir laut lagi.
Hal tersebut dikatakan Gubernur Lemhannas Andi Widjojanto seusai menghadiri Jakarta Geopolitical Forum VII/2023 "ASEAN's Future: Addressing the Region's Geo-Maritime Rifts" pada Rabu (14/6/2023). Andi memandang PP itu ditujukan untuk mengatasi masalah sedimentasi di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).
"Bahwa secara global berdasarkan UNCLOS 82 (United Nation Convention of Law of the Sea/Konvensi Hukum Laut), kita itu harus bertanggung jawab memastikan adanya keselamatan dan kebebasan navigasi di ALKI 1, 2, dan 3. Sehingga kita harus memastikan ya memang kedalamannya di ALKI-ALKI tersebut sesuai dengan standar global," kata Andi kepada wartawan.
Andi menjelaskan, ada masalah sedimentasi di ALKI ketika digunakan bertahun-tahun untuk pelayaran. Sehingga ia mendukung mengatasi sedimentasi di ALKI sesuai mandat UNCLOS melalui PP Nomor 26 Tahun 2023.
"Ini untuk memastikan ada keselamatan navigasi," ujar Andi.
Selanjutnya, Andi menyebut, sedimentasi di ALKI tersebut bisa dijadikan produk yang bernilai ekonomi. "Sementara kita kemudian bisa punya side product berupa pasir laut yang bisa digunakan paling utama untuk kebutuhan dalam negeri," kata Andi.
Andi juga menegaskan, PP Nomor 26 Tahun 2023 tetap punya dampak baik yang bisa dimanfaatkan bagi negara. Ia menyinggung PP tersebut dapat menjadi win-win solution bagi sejumlah permasalahan di ALKI.
"Jadi, yang kita fokuskan dalam aturan tersebut adalah alur laut, keselamatan navigasi global, terutama di ALKI 1, 2, 3 yang sangat panjang lalu sedimentasinya kita atasi. Hasilnya side product-nya digunakan terutama untuk kebutuhan dalam negeri," ujar Andi.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan kontroversial dengan membolehkan ekspor pasir laut. Dalam Pasal 9 PP Nomor 26 Tahun 2023 Ayat (1) berbunyi, "Hasil sedimentasi di laut yang dapat dimanfaatkan berupa, pasir laut dan/atau material sedimen lain berupa lumpur".
Adapun ayat (2) berisi tentang pemanfaatan hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk: reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha dan/atau, ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam beleid yang diteken Jokowi di Jakarta pada 15 Mei 2023, pelaku usaha yang ingin melakukan ekspor harus mempunyai izin pemanfaatan pasir laut. Sehingga, penjualan pasir laut baru bisa dilakukan setelah mendapatkan izin usaha pertambangan untuk penjualan dari menteri yang menerbitkan urusan bidang mineral dan batu bara.
Padahal pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, pasir laut dilarang diekspor. Ekspor pasir laut dihentikan demi mencegah kerusakan lingkungan yang lebih luas, yakni tenggelamnya pulau kecil. Penghentian ekspor itu akan ditinjau kembali setelah tersusunnya program pencegahan kerusakan terhadap pesisir dan pulau kecil.