Kamis 08 Jun 2023 00:05 WIB

Ketika Prabowo Tampak Marah Saat Usulan Perdamaiannya Dikritik Penanya Asal Jerman

Usulan Prabowo dinilai berat sebelah dan tak menguntungkan Ukraina.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Indonesias Minister of Defense Prabowo Subianto, delivers his speech during the 20th International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue, Asia
Foto:

Langkah kedua, Prabowo meminta kedua belah pihak mundur 15 km dari titik gencatan senjata saat ini. Ketiga, meminta Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membentuk pasukan penjaga perdamaian dan menempatkan di wilayah demiliterisasi sekarang ini.

 

"Kemudian PBB menggelar referendum kepada masyarakat yang tinggal di wilayah demiliterisasi,” ujar Prabowo.

 Ia berharap usulan penghentian perang ini disetujui oleh semua negara. “Saya memutuskan bahwa Indonesia akan menjadi negara pertama yang ikut menjadi pasukan penjaga perdamaian,” tegas Menhan.

Usulan Prabowo yang di luar perkiraan para peserta dialog sempat menimbulkan pertanyaan. Mereka mengkhawatirkan usulan ini menjadi pembenaran terhadap agresi yang dilakukan Rusia. Namun, ia menegaskan, Indonesia dalam posisi yang menentang agresi terhadap Ukraina.

 “Saya tidak mengatakan benar atau salah. Posisi Indonesia dalam agresi terhadap Ukraina jelas menentang. Yang sampaikan adalah jalan keluar. PBB harus mengambil sikap untuk menyelesaikan perang ini agar tidak berlarut-larut dan menyulitkan kehidupan di seluruh dunia,” tegas Prabowo.

Ditolak Ukraina

Pemerintah Ukraina menolak usulan yang ditawarkan oleh Prabowo.  Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov menilai proposal perdamaian yang ditawarkan Prabowo merugikan negaranya.

"Kedengarannya (proposal ini) seperti rencana Rusia, bukan rencana Indonesia. Kami tidak butuh mediator ini datang kepada kami (dengan) rencana aneh ini," kata Rezkinov, dilansir media Ukraina, Ukrinform.

Alih-alih berdamai, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy pada akhir pekan lalu menyatakan, angkatan bersenjata Ukraina saat ini telah siap memulai serangan balasan. Namun, ia mengakui, serangan balasan tersebut kemungkinan akan sangat merugikan Ukraina.

 "Saya tidak tahu berapa lama yang dibutuhkan (untuk memulai serangan balasan). Jujur, hal itu bisa dengan cara berbeda, cara yang sangat berbeda. Tetapi, kami akan melakukannya," katanya dalam wawancara dengan Wall Street Journal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement