REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin menegaskan, tidak ada opsi pemerintah untuk melakukan penundaan pemilu. Hal ini disampaikan Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi saat menanggapi pertanyaan wartawan terkait adanya isu skenario penundaan pemilu akibat dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Wapres punya prinsip tidak ada penundaan pemilu dan tidak ada tambahan periode pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Jadi, 2024 selesai. Wapres selalu ngomong gitu, saya sudah tua dan seterusnya, tidak ada istilah buat Wapres prinsipnya penundaan pemilu," ujar Masduki keterangannya, Rabu (7/6/2023).
Masduki mengatakan, Wapres juga saat ini tengah menunggu putusan MK terkait sistem proposional pemilu. Terkait info bocoran yang menyebut MK akan menerima gugatan sistem proporsional terbuka sehingga kembali ke sistem proporsional tertutup, Kiai Ma'ruf enggan meresponsnya.
Kiai Ma'ruf justru berharap semua pihak menunggu putusan MK tersebut. "(Wapres) sudah tahu (info bocor putusan MK). Tetapi, itu kan masih itu, Wapres nggak mungkin mengomentari yang sifatnya masih isu, apalagi isunya bocor dan segala macam," ujarnya.
Meski demikian, ketua Dewan Pertimbangan MUI itu, kata Masduki, berharap agar MK mempertimbangkan secara matang soal sistem pemilu tersebut. Khususnya dengan mempertimbangkan aspirasi seluruh masyarakat maupun partai politik.
"Harapannya putusan MK sudah berlandaskan pertimbangan-pertimbangan, baik formal hukum, pertimbangan-pertimbangan aspirasi masyarakat, dan pertimbangan keadilan, serta pertimbangan ke depan supaya lebih baik bagi tegaknya demokrasi," ujarnya.
Sebelumnya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyatakan, ada kemungkinan pelaksanaan Pemilu 2024 tertunda apabila Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penggunaan sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai. Peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz menjelaskan, tahapan Pemilu 2024 saat ini sudah berjalan menggunakan sistem proporsional terbuka, sebagaimana diatur dalam UU Pemilu.
Jika MK mengabulkan gugatan atas sistem proporsional terbuka dan mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup, akan muncul ketidakpastian hukum. Sebab, dia melanjutkan, sistem proporsional terbuka merupakan 'jantung' UU Pemilu. Pasal-pasal yang mengatur sistem proporsional terbuka terkoneksi dengan pasal-pasal lainnya dalam beleid tersebut.
"Ketika pasal (sistem proporsional terbuka) dibatalkan, yang terjadi adalah UU pemilunya pun bahkan berpotensi bisa batal juga di tengah tahapan penyelenggaraan pemilu yang saat ini tengah kita laksanakan," kata Kahfi di Gedung MK, Rabu (31/5/2023).