REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyoroti pernyataan Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Irjen Agus Nugroho soal kasus pemerkosaan terhadap anak baru gede (ABG) berusia 15 di Parigi Moutong (Parimo). Dia menilai, pernyataan Agus yang menyebut kasus tersebut bukan tindak pidana pemerkosaan, tidak sensitif terhadap gender.
"Pernyataan itu tidak sensitif gender dan tidak berpihak pada korban tindak pidana kekerasan seksual apalagi korbannya anak di bawah umur," ujar Bambang saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (1/6).
Bahkan, menurut Bambang, pertanyaan Irjen Agus Nugroho layak dipertanyakan, apakah Kapolda sebagai pimpinan penegak hukum di wilayah Sulteng memahami Undang-undang (UU) 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau TPKS. Kapolda juga harus bisa menjelaskan perbedaan antara perkosaan dengan pasal 4 ayat 2 (c) persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap Anak, dan/ atau eksploitasi seksual terhadap anak.
"Substansi dari kasus tersebut adalah tindak pidana kekerasan seksual. Bahwa modusnya adalah perkosaan, pelecehan, penyiksaan seksual sesuai pasal 11 undang-undang tersebut itu adalah persoalan lain yang harus dibuktikan. Tapi faktanya ada korban yang mengalami TPKS," ucap Bambang.
Karena itu, Bambang menyatakan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo hendaknya mengevaluasi Kapolda yang tidak sensitif terhadap kasus TPKS. Lalu juga layak dipertanyakan juga apa motif Kapolda membuat pernyataan yang mencoreng wajah Polri dengan tidak sensitif pada perlindungan anak dan TPKS tersebut.
"Kapolri hendaknya segera mengevaluasi kapolda yang memiliki mindset tidak sensitif pada TPKS ini," tegas Bambang.
Irjen Agus Nugroho menyampaikan kasus kekerasan seksual terhadap ABG di Parigi Moutong (Parimo) bukan sebuah pemerkosaan...