"Saya juga secara sadar tidak menggunakan istilah "informasi dari A1" sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menkopolhukam Mahfud MD. Karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen dan saya menggunakan frasa informasi dari 'Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya'," tutur mantan wamenkumham ini menambahkan.
Denny mengaku informasi yang dia terima sangat kredibel dan patut dipercaya. Sehingga hal itu patut untuk disebarkan ke publik dan khalayak luas sebagai bentuk public control atau pengawasan publik. Hal ini tidak lain agar MK berhati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut.
"Ingat, putusan MK bersifat langsung mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali (final and binding). Karena itu ruang untuk menjaga MK, agar memutus dengan cermat, tepat dan bijak, hanyalah sebelum putusan dibacakan di hadapan sidang terbuka Mahkamah," ujar Denny.
Kendati sumber informasinya kredibel, Denny berharap putusan MK tidak untuk mengembalikan sistem proporsional tertutup pada pemilu. Dia pun mendorong agar putusannya berubah ataupun berbeda. Sebab soal pilihan sistem pemilu legislatif bukan wewenang proses ajudikasi di MK, tetapi ranah proses legislasi di
parlemen (open legal policy).
Dia mengungkapkan hal ini ke publik juga agar tidak menimbulkan kekacauan persiapan pemilu. Sebab, banyak partai yang harus mengubah daftar bakal calegnya, ataupun karena banyak bakal caleg yang mundur karena tidak mendapatkan nomor urut jadi.