Selasa 30 May 2023 05:35 WIB

Dulu Membantah, Kini Jokowi Akui Cawe-Cawe Urusan Pilpres demi Negara

Jokowi berkepentingan agar pemilu terselenggara dengan baik dan aman.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar pertemuan dengan para pimpinan media nasional di Istana Merdeka Jakarta, Senin (29/5/2023). Dalam pertemuan itu, Jokowi mengakui cawe-cawe dalam urusan politik praktis demi negara.
Foto:

Pada awal Mei lalu, Jokowi sempat membantah anggapan dirinya ikut campur dalam persiapan Pemilu 2024 saat mengundang enam ketua umum partai politik di Istana Merdeka, Jakarta, pada Selasa (2/5/2023) malam. Menurut dia, pertemuan itu hanya dilakukan untuk berdiskusi.

"Cawe-cawe?. Bukan cawe-cawe. Wong itu diskusi saja kok (disebut) cawe-cawe. Diskusi," kata Jokowi memberikan tanggapannya sambil tertawa, di Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (4/5/2023).

Jokowi pun mengatakan, dirinya juga merupakan seorang pejabat politik. Namun, urusan capres dan cawapres merupakan urusan partai atau gabungan partai.

"Saya tadi sampaikan, saya ini juga pejabat politik. Saya bukan cawe-cawe. Urusan capres, cawapres itu urusannya partai atau gabungan partai," ujarnya.

 

Seperti diketahui, Jokowi mengundang enam ketum parpol pendukung pemerintahan kecuali Nasdem pada Selasa (2/5/2023) malam. Keenam ketum parpol tersebut yakni Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, dan Plt Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono.

Pertemuan Jokowi dan enam ketum parpol di Istana Kepresidenan itu kemudian menuai kontra, salah satunya dari Ketua BEM Universitas Indonesia (UI), Melki Sedek mengatakan, beberapa waktu belakangan banyak hal-hal salah yang terus saja dilakukan Presiden Jokowi dengan bangga. Ia merasa, itu jadi perlu dikritisi secara tajam. 

Melki mengkritik Presiden Jokowi yang belakangan semakin rajin cawe-cawe Pilpres 2024. Sebab, sesuai konstitusi, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan undang-undang.

Termasuk, ketika memilih presiden dan wakil presiden yang merupakan orang-orang yang dicalonkan parpol atau gabungan parpol. Jadi, bukan calon yang disarankan, direkomendasikan apalagi distigma sebagai anjuran.

Melki menekankan, menjadi kesalahan jika Presiden Jokowi ikut bermain dalam kontestasi yang seharusnya memposisikan diri sebagai wasit. Artinya, ada kewajiban bagi Presiden Jokowi mampu bersifat netral dan independen.

Hal ini dapat dilihat pula dari semakin seringnya Presiden Jokowi dalam menggelar pertemuan dengan ketua-ketua umum partai politik. Selain itu, ia mengkritisi kedekatan Presiden Jokowi dengan capres-capres tertentu.

"Sepertinya tidak elok bagi seorang pemimpin negara untuk mengorbankan independensinya untuk hadir dalam forum-forum politik, yang seharusnya beliau adalah penyelenggara," ujar Melki.

 

photo
Ke mana Jokowi berlabuh? - (Republika/berbagai sumber)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement