Senin 29 May 2023 15:36 WIB

Soal Bocoran Putusan MK, Golkar Waspada

Denny membocorkan dugaan putusan MK yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Teguh Firmansyah
Politikus Golkar Nurul Arifin.
Foto: Republika/Prayogi
Politikus Golkar Nurul Arifin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP Partai Golkar, Nurul Arifin, menyoroti informasi yang dikemukakan oleh mantan wamenkumham, Denny Indrayana, soal bocoran putusan MK terkait proporsional tertutup. Sepakat dengan Mahfud MD yang mengkritik itu, dia juga mengingatkan Denny mengenai tindakannya yang tidak terpuji.

Meski demikian, dilihat dari sisi kelembagaan dan partai, Nurul menjadikan preseden itu sebagai peringatan untuk lebih waspada. “Buat kami adalah supaya lebih aware, untuk waspada,” kata Nurul kepada awak media di DPP Golkar, Jakarta, Senin (29/5/2023).

Baca Juga

Dia berharap, dengan ramainya isu tersebut agar tidak terjadi pembajakan demokrasi di Indonesia. Terlebih, saat mayoritas rakyat Indonesia disebutnya juga menginginkan sistem proporsional terbuka. “Kita lihat saja. Apa yang disebutkan Denny itu buat kami membangun awareness saja, jadi harus hati-hati ini. Apa yang akan kita lakukan? Nah, silakan tunggu,” ujar dia.

Sebelumnya, pakar hukum tata negara, Denny Indrayana, mengatakan, berdasarkan informasi yang dia terima, Pemilu 2024 akan diputuskan Mahkamah Konstitusi secara tertutup. Artinya, MK secara kelembagaan akan menerima gugatan proporsional terbuka dan mengembalikan ke sistem proporsional tertutup layaknya era Orde Baru.

“Info. Putusan MK kembali ke proporsional tertutup. Putusan 6:3, tiga dissenting opinion,” kata Denny dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Ahad (28/5/2023).

Dalam penjelasannya, keputusan yang diambil MK tidak sepenuhnya disetujui sembilan hakim. Sembilan hakim dari tiga lembaga berbeda yang dipilih DPR, presiden, dan MA itu hanya menghasilkan persetujuan enam berbanding tiga dissenting. “Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan hakim konstitusi,” kata dia.

Dia menjelaskan, jika MK secara kelembagaan resmi menerima gugatan yang ada, sistem pemilu serentak mendatang bisa menerapkan proporsional tertutup kembali seperti dilakukan era Orba pada 1955 hingga 1999. “Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba, otoritarian dan koruptif,” ujar dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement