REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Berdasarkan hasil survey Status Gizi Indonesia tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia berada di angka 21,6 persen dengan target turun menjadi 14 persen di tahun 2024.
Bertepatan dengan Hari Bakti Dokter Indonesia, Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia bersama Pengurus Besar Dokter Indonesia (PB IDI) menyelenggarakan sesi diskusi yang bertajuk “Apa yang perlu diketahui dokter umum tentang stunting?” pada 18 Mei 2023 di Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
Diskusi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas dokter dalam menanggulangi anak stunting, mensosialisasikan program-program yang akan dikolaborasikan, meningkatkan kolaborasi pentahelix dalam mendukung program percepatan penurunan stunting. Selain mengadakan sesi diskusi, Danone SN Indonesia dan PB IDI juga melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) kerjasama untuk penanganan stunting.
Ketua Umum PB IDI Dr. dr. Moh Adib Khumaidi, Sp. OT mengatakan stunting adalah salah satu permasalahan kesehatan yang belum selesai. Oleh karena itu ia mengingatkan permasalahan stunting bukanlah permasalahan pemerintah saja.
Keterlibatan lintas sektor perlu dilakukan untuk penanggulangan secara kolaboratif. Hal tersebut menjadi kunci dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan.
"Perlu peran dari organisasi profesi, LSM, NGO, termasuk pihak swasta, seperti Danone, tentunya sangat dibutuhkan dalam satu upaya kolaborasi, untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan di Indonesia,” ungkap dia.
Danone SN Indonesia telah menjalankan sejumlah program yang secara bersamaan turut berkontribusi dalam pencegahan isu stunting dengan payung program bernama Bersama Cegah Stunting yang telah menjangkau lebih dari 4,5 juta penerima manfaat.
Beberapa program di bawahnya seperti WASH (Water Access, Sanitation, and Hygiene) sebagai program dan strategi pengelolaan sumber air terpadu di daerah yang memiliki akses air dan sanitasi rendah. Danone SN Indonesia juga menjalankan program edukasi kesehatan, berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan, menyasar guru-guru PAUD hingga guru SD, lewat program Isi Piringku, yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya edukasi kesehatan, gizi, dan pola asuh yang baik selama periode tumbuh kembang anak.
Selain itu, edukasi juga diarahkan kepada remaja putra dan putri, sebagai calon orangtua. Menggandeng tenaga kesehatan, para ahli di bidangnya dalam program Aksi Cegah Stunting, bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melakukan studi untuk melihat pola asuh dan pola pola intervensi apa yang perlu dilakukan dalam kondisi-kondisi khusus, sehingga menunjukkan program Aksi Cegah Stunting bisa menurunkan angka stunting dalam periode studi yang ditentukan.
VP General Secretary Danone Indonesia Vera Galuh, mengatakan, berbicara tentang stunting, tidak hanya berbicara tentang nutrisi, tetapi juga akses air bersih dan sanitasi sangat berpengaruh. Dengan visi, “One Planet, One Health”, Danone percaya bahwa manusia akan sehat jika nutrisi dan asupannya baik, juga manusia akan sehat jika lingkungannya sehat.
Program inilah yang menurut dia dicoba majukan, bersama dengan mitra, tentunya dengan IDI, untuk bisa menyasar permasalahan nutrisi juga hidrasi yang sehat, akses air, sanitasi, pengelolaan lingkungan juga sampah. "Mudah-mudahan dengan apa yang Danone lakukan dan terus tingkatkan dapat mendukung program pemerintah, prioritas nasional untuk akselerasi penurunan angka stunting hingga 14 persen di tahun 2024,” papar Vera Galuh.
PB IDI dan Danone SN Indonesia memiliki komitmen dan tujuan yang sama dalam mengatasi permasalahan stunting di Indonesia, sehingga, dalam kesempatan ini pula, dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) sebagai awal dari kolaborasi antara Danone SN Indonesia bersama PB IDI dalam menurunkan prevalensi stunting di Indonesia.
“Penanganan stunting tidak bisa dilakukan oleh satu pihak, seperti kita mengatasi penyakit lain, namun dibutuhkan pendekatan multisektoral. Kami berharap, kerjasama ini bisa berjalan dalam jangka panjang. Stunting erat sekali kaitannya dengan kehamilan hingga 1000 hari pertama kehidupan, bahkan lebih hulu lagi, bagaimana persiapan kehamilan. Kolaborasi ini menjadi kolaborasi yang penting, karena hasil penanganan stunting tidak hanya bisa dinilai dalam satu sampai dua tahun, tetapi dalam pola yang panjang. Sehingga kami berharap program ini terus dilakukan dalam jangka panjang,” ujar Dr. Ulul Albab, Sp.OG - Sekretaris Jenderal PB IDI.
Dalam mencegah dan menurunkan angka stunting di Indonesia, selain diperlukan kolaborasi antar sektor, dibutuhkan juga kerjasama antar profesi. Prinsip pencegahan stunting dibagi menjadi 3, pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer dapat dilakukan oleh orang terdekat seperti keluarga dan kader posyandu dengan menjaga gizi seimbang serta melakukan deteksi dini malnutrisi.
Pencegahan sekunder dilakukan dokter umum (puskesmas) dengan deteksi dini penyakit dan tata laksana segera, serta diberikan terapi nutrisi PDK. Kemudian, pencegahan tersier dilakukan oleh dokter spesialis anak (RSUD) lalu ditatalaksana sesuai indikasi. Angka stunting ini bisa diturunkan atas usaha dimulai dari dokter keluarga, kader posyandu, puskesmas hingga dokter spesialis anak.