Selasa 23 May 2023 17:19 WIB

Penyebaran Penyakit Sifilis di Kota Bandung Masuk Level Concentrated Epidemic

Kasus sifilis selama lima tahun terakhir di Kota Bandung alami kenaikan.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nora Azizah
Bakteri sifilis bisa menyebabkan infeksi otak.
Foto: Flickr
Bakteri sifilis bisa menyebabkan infeksi otak.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mencatat terjadinya peningkatan kasus sifilis hingga 70 persen di Indonesia dalam lima tahun terakhir. Subkoordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung Agung SKM mengatakan, kasus sifilis di Kota Bandung selama lima tahun terakhir memang mengalami peningkatan yang disebabkan adanya upaya pemeriksaaan yang lebih masif.

Dia menerangkan, pada 2019, jumlah temuan kasus sifilis sebanyak 264 kasus dari pemeriksaan 11.083 orang. Temuan meningkat di 2020 menjadi 300 kasus, dibarengi dengan meningkatkan jumlah pemeriksaan yang menyasar 11.430 orang. Peningkatan juga terjadi pada tahun-tahun setelahnya, 2021 menjadi 332 temuan dari 12.228 pemeriksaan, sedangkan 2022 tercatat 881 kasus dari 30.311 orang yang diperiksa.

Baca Juga

"Kalau melihat jumlah, memang bertambah karena kita lebih banyak mencari, jadi temuan itu bertambah karena memang pengecekan dini itu masif dilakukan," ujar Agung saat dihubungi, Selasa (23/5/2023).

Saat ditanya mengenai temuan kasus sifilis yang banyak menyerang ibu hamil, Agung menerangkan bahwa angka ibu hamil yang menderita sifilis di Kota Bandung berdasarkan data dari Januari-Maret 2022, tercatat sebanyak 0,7 persen untuk positif rate-nya. Meski termasuk rendah, Kota Bandung masih memiliki risiko penyebaran yang tinggi.  

"Di Kota Bandung saat ini kebanyakan penderita adalah populasi kunci, lebih dari 5 persen, dan kalau dibiarkan Kota Bandung sangat mudah jatuh ke level generalize epidemic (populasi umum)," terang Agung.

Untuk itu, Dinkes Kota Bandung terus menggencarkan upaya penjangkauan dengan mencari populasi berisiko untuk diedukasi dan diajak untuk berani memeriksakan diri ke puskesmas, papar Agung. Sedangkan, untuk pendeteksian dini pada ibu hamil, Dinkes Kota Bandung telah berkoordinasi dengan pada bidan praktik mandiri dan puskesmas agar menyiapkan skrining awal HIV sifilis pada ibu hamil.

"Mudah-mudahan nanti ibu hamil bisa langsung diperiksa keseluruhan, tapi memang belum untuk sekarang. Jadi, deteksi telah diminta diperkuat, nakes di puskesmas juga kita perkuat," ungkapnya.

Secara lebih lanjut, dia menerangkan bahwa saat ini level penyebaran sifilis di Kota Bandung termasuk pada concentrated epidemic atau kasus di populasi kunci lebih dari 5 persen, tapi kasus pada ibu hamil masih kurang dari 1 persen. Level ini jauh lebih tinggi dibanding low epidemic, yaitu jika kasus pada populasi kunci kurang dari 5 persen dan tidak ada kasus pada ibu hamil. Sedangkan, generalized epidemic adalah penyebaran kasus pada ibu hamil telah lebih dari 1 persen dan penyebaran pada populasi umum sudah banyak ditemukan.

Menurut Agung, untuk menekan penyebaran perlu adanya dorongan lebih bagi populasi kunci maupun populasi umum agar berani memeriksakan diri. Dorongan ini, sambung Agung, cukup tersendat karena beratnya stigma yang muncul saat seseorang melakukan pemeriksaan sifilis dini.

"Karena sekarang stigma itu bisa muncul hanya dengan kita melakukan tes sehingga banyak yang tidak minat tes," ujarnya.

Oleh karena itu, dia mengimbau masyarakat untuk tidak takut dan memberanikan diri melakukan tes HIV maupun sifilis dini untuk mengetahui kondisi dan status kesehatan diri. Dia juga mengingatkan bahwa penderita sifilis masih memiliki harapan sembuh.

"Masyarakat jangan pernah takut tes HIV dan sifilis karena kita harus tahu status kita di mana karena itu bisa diobati. Sifilis masih bisa disembuhkan," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement