Selasa 23 May 2023 14:43 WIB

Kasus Impor Emas Diduga Libatkan Petinggi BUMN

Emas senilai Rp 47,1 triliun diduga diselundupkan dengan cara menukar koder impornya.

Ilutrasi emas batangan. Kejaksaan Agung saat ini tengah menyidik kasus korupsi terkait importasi ilega emas batangan senilai Rp 47,1 triliun.
Foto: AP Photo
Ilutrasi emas batangan. Kejaksaan Agung saat ini tengah menyidik kasus korupsi terkait importasi ilega emas batangan senilai Rp 47,1 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Bambang Noroyono, Intan Novita, Deddy Darmawan Nasution

Anggota Komisi III DPR Santoso meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) tak tebang pilih dalam pengusutan kasus impor emas. Sebab, ia menduga adanya indikasi terlibatnya petinggi BUMN dalam kasus korupsi pengelolaan emas yang disebut terkait kegiatan ekspor-impor komoditas logam mulia. 

Baca Juga

"Aparat penegak hukum memiliki kewajiban untuk mengusut siapa saja pelaku importasi emas ini," ujar Santoso saat dihubungi, Selasa (23/5/2023). 

"Meskipun terindikasi bahwa para petinggi BUMN yang terlibat akan sulit dijadikan tersangka, karena dilindungi oleh parpol yang saat ini menjadi bagian dr kolaisi pemerintah," sambungnya. 

Santoso sendiri menjadi salah satu pihak yang menyuarakan pengusutan kasus korupsi emas tersebut sejak 2021. Di mana saat itu, Komisi III tengah rapat kerja dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin. 

Jelasnya, kasus tersebut terendus pada pertengahan Juni 2021 saat PT Aneka Tambang Tbk (Antam) disebut-sebut terlibat dalam skandal impor emas. Perusahaan pelat merah itu diduga menggelapkan produk emas setara Rp 47,1 triliun dengan cara menukar kode impornya. 

Tujuan penukaran tersebut untuk menghindari bea dan pajak penghasilan (PPh) impor. Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bandara Internasional Soekarno-Hatta diduga ikut terlibat. 

"Kasus importasi emas yang merugikan negara triliunan ini tidak boleh dipeti eskan. Negara harus hadir kalau tidak mau dianggap melakukan penegakan hukum yang tebang pilih jika kasus ini tidak dilanjutkan," ujar Santoso. 

Diketahui, Kejagung memeriksa satu pihak swasta dari PT Suka Jadi Logam (SJL) dalam lanjutan penyidikan korupsi dalam pengelolaan komoditas emas. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa inisial HMT dalam penyidikan dugaan korupsi ekspor terkait ekspor-impor komoditas logam mulia yang ditaksir merugikan negara senilai Rp 47,1 triliun itu. 

"HMT diperiksa sebagai saksi dari PT Suka Jadi Logam,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Huku (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, pada Senin (22/5/2023). 

Korupsi pada bidang pengelolaan komoditas emas ini, dalam penyelidikan Jampidsus-Kejakgung sejak 2021. Penyidik Jampidsus, pada Oktober 2021 lalu pernah menyampaikan dugaan korupsi terkait komoditas emas tersebut ditaksir merugikan negara Rp 47,1 triliun. Penyelidikan kasus tersebut naik ke level penyidikan pada 10 Mei 2023 lewat penerbitan Sprindik Print-14/Fd.2/05/2023. 

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah belum bersedia membeberkan berapa potensi kerugian negara terkait kasus ini. Akan tetapi, pada 14 Juni 2021 saat rapat kerja Komisi III DPR bersama Jaksa Agung ST Burhanuddin terungkap, potensi kerugian negara dari manipulasi bea ekspor-impor emas tersebut mencapai Rp 47,1 triliun.

Pada April 2023, saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD juga mengungkapkan, adanya aliran Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp 189 triliun di Dirjen Bea Cukai terkait dengan ekspor-impor emas batangan. Nilai tersebut, terungkap bagian dari Rp 349 triliun dugaan TPPU yang terjadi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Namun Febrie menerangkan, kasus dugaan TPPU senilai Rp 189 triliun yang disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD di Komisi III hanya berbeda jangka waktu peristiwa pidananya, dari kasus yang penyelidikannya dilakukan tim di Jampidsus sejak 2021 tersebut. Akan tetapi, dikatakan dia, kasus itu saling beririsan.

“Sampai saat ini, dugaan yang disampaikan oleh Pak Menko (Mahfud MD) itu, tempus-nya berbeda. Di kita itu 2010-2022 dan di sana, itu sejak tahun 2000-an dan itu lebih jauh tempus-nya,” ujar Febrie menambahkan.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement