Ahad 21 May 2023 22:13 WIB

Mendikbudristek: Indonesia Darurat Bullying di Sekolah

Sekitar 25 persen peserta didik di Indonesia mengalami berbagai bentuk perundungan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi bullying. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, mengatakan Indonesia memiliki urgensi besar untuk segera mengatasi perundungan yang ada di lingkungan satuan pendidikan secara efektif dan berkelanjutan.
Foto: MGIT3
Ilustrasi bullying. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, mengatakan Indonesia memiliki urgensi besar untuk segera mengatasi perundungan yang ada di lingkungan satuan pendidikan secara efektif dan berkelanjutan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, mengatakan Indonesia memiliki urgensi besar untuk segera mengatasi perundungan yang ada di lingkungan satuan pendidikan secara efektif dan berkelanjutan. Sebab, sekitar 25 persen peserta didik di Indonesia mengalami berbagai bentuk perundungan berdasarkan hasil Asesmen Nasional (AN) 2021. 

“Salah satu upaya yang tengah kami lakukan untuk mengatasi perundungan di satuan pendidikan adalah menerapkan program Roots Indonesia. Sebagai sebuah gerakan tentunya upaya ini harus kita lakukan bersama. Pendidikan yang maju berawal dari sekolah yang bebas dari kekerasan,” ujar Nadiem, Ahad (21/5/2023).

Baca Juga

Nadiem menyampaikan, hasil AN Tahun 2021 atau Rapor Pendidikan tahun 2022 menunjukkan, sekitar 25 persen peserta didik di Indonesia mengalami berbagai bentuk perundungan. Jenis perundungan yang mereka dapatkan beragam, baik itu secara fisik, verbal, sosial/relasional, ataupun secara daring alias cyberbullying.

Setiap elemen Nadiem sebut memiliki peran masing-masing. Pemerintah daerah, kata dia, perlu mendukung sekolah yang melakukan program Roots. Warga sekolah harus berkolaborasi mencegah dan menangani tindak kekerasan. Orang tua juga harus menciptakan lingkungan rumah yang aman dan mendorong anak-anak menjadi agen perubahan.

“Dan masyarakat sekitar harus bergotong royong melindungi anak dari kekerasan,” ujar Nadiem. 

Sejak 2021, melalui program Roots telah dilakukan pendampingan kepada 7.369 sekolah jenjang SMP dan SMA/ SMK yang berasal dari 489 kabupaten/ kota di 34 provinsi di Indonesia. Program tersebut juga telah melatih 13.754 fasilitator guru antiperundungan di jenjang SMP dan jenjang SMA/SMK.

“Berdasarkan data hasil monitoring program Roots tahun 2021, telah terbentuk 43.442 siswa agen perubahan antiperundungan yang berperan untuk menyebarkan pesan dan perilaku baik di lingkungan sekolah,” kata Nadiem.

Untuk memperluas gerakan dan dampak manfaat dari program Roots, tahun ini Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek kembali memulai rangkaian program Roots Indonesia. Kegiatan diawali dengan sosialisasi kepada seluruh dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia secara hibrida.

Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Suharti, menjelaskan peran krusial dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota dalam mendukung pelaksanaan program Roots Indonesia 2023.  Peran tersebut, antara lain memastikan keikutsertaan satuan pendidikan terpilih untuk mengikuti bimbingan teknis, memfasilitasi penggunaan dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) untuk pelaksanaan program Roots Indonesia.

“Serta mengawal dan memastikan satuan pendidikan sasaran menerapkan program Roots Indonesia setelah mengikuti bimtek kepada fasilitator guru,” kata dia. 

Selain itu, dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota juga diharapkan dapat mengembangkan program Roots Indonesia di daerah masing-masing agar terus berjalan, berkelanjutan, dan disebarluaskan pada satuan pendidikan lainnya.

“Semoga kita dapat bersama menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, berkebinekaan, dan aman bagi semua. Mari bersama atasi perundungan,” tegas Suharti. 

Sementara itu, Kepala Puspeka Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami, turut menekankan peran penting dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap pembinaan dan pengembangan pendidikan di daerahnya masing-masing.

Menurut dia, Kemendikbudristek bersama dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota memiliki tujuan bersama untuk memastikan lingkungan pendidikan yang aman dan bebas dari tindakan perundungan.

“Melalui kegiatan ini, kita juga sekaligus ingin mensosialisasikan dan mengkoordinasikan rencana program Roots Indonesia di satuan pendidikan jenjang SMP, SMA, dan SMK tahun 2023 yang akan segera kita laksanakan mulai bulan Mei ini,” tutur dia.

Menyambut ucapan tersebut, Kepala Cabang Wilayah I Dinas Pendidikan Provinsi Sumatra Utara, Agus Sinaga, menyatakan, disadari ataupun tidak, perundungan seringkali terjadi di lingkungan sekolah, baik dalam bentuk verbal maupun fisik dan psikis. Pihaknya telah memiliki program Sekolah Menyenangkan Ramah Anak yang memiliki tujuan sejalan dengan program Roots yakni mencegah terjadinya tindak perundungan.

“Pada dasarnya Dinas Pendidikan Provinsi Sumatra Utara sangat mendukung program kementerian, seperti yang sudah kami lakukan melalui Sekolah Penggerak di SMA dan SMK Pusat Keunggulan. Dengan acara sosialisasi hari ini, kita harapkan ke depannya bisa mengalokasikan anggaran melalui dana BOS atau revisi APBD untuk program khusus anti perundungan, ” tutur Agus. 

Salah satu peserta acara sosialisasi, Staf Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Moh Hariyanto, mengungkapkan, selama ini belum ada program khusus yang spesifik untuk mengatasi perundungan di sekolah. Namun, pihaknya telah memiliki alokasi anggaran untuk program-program penguatan karakter yang di dalamnya mencakup bela negara dan pencegahan perundungan.

“Program Roots ini bagus, kalau bisa program ini dapat diimplementasikan ke seluruh jenjang pendidikan khususnya di daerah Provinsi Jawa Tengah agar pencegahan perundungan di sekolah bisa semakin efektif,” terang dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement