REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri menegaskan, bahwa gugatan yang diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai penambahan masa jabatan pimpinan KPK adalah sikap pribadi. Dia meminta langkah ini tak dikaitkan dengan kelembagaan.
"Bahwa itu sikap pribadi dari Bapak Nurul Ghufron," kata Ali kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (16/5/2023).
Ali mengatakan, gugatan yang diajukan Ghufron sah. Sebab, jelas dia, Ghufron memiliki hak konstitusi sebagai warga negara Indonesia. Namun, ia memastikan, tindakan tersebut tidak akan mengganggu kinerja KPK.
"Jadi kita harus pisahkan dulu, apakah ini kebijakan kelembagaan KPK, atau pribadi," tegas Ali.
"Jadi tidak tergantung kepada siapa yang memimpin KPK, karena KPK sudah memiliki sistem yang cukup kuat untuk kerjanya, termasuk kemudian program-program pemberantasan korupsi. Itu harus dipisahkan dulu ya. Jadi jelas gitu, jangan dicampuradukkan bahwa seolah-olah ini adalah kebijakan dari KPK sendiri bahwa ingin memperpanjang (masa jabatan) Pimpinan KPK-nya," tambah dia menjelaskan.
Hal senada juga disampaikan oleh Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur. Dia menjelaskan, gugatan tersebut merupakan keputusan personal dari Ghufron.
"Jadi tidak terkait dengan masalah kedudukan beliau sebagai Wakil Ketua KPK di sini, tidak. Tapi itu sebagai hak dari seorang warga negara yang mengajukan gugatan," ungkap Asep.
Sebelumnya, Nurul Ghufron mengungkapkan alasan dirinya meminta penambahan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. Ghufron mengatakan masa pemerintahan di Indonesia yang ditentukan dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI Tahun 1945 adalah lima tahun. Oleh karena itu, dia menilai seluruh periodisasi pemerintahan semestinya juga selaras dengan ketentuan itu.
"Citra hukum, sebagaimana dalam Pasal 7 UUD 1945, masa pemerintahan di Indonesia adalah lima tahunan; sehingga semestinya seluruh periodisasi masa pemerintahan adalah lima tahun," kata Ghufron saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (16/5/2023).
Dia menilai, masa jabatan pimpinan KPK seharusnya juga disamakan dengan 12 lembaga non-kementerian atau auxiliary state body di Indonesia. Jika hal itu tidak disamakan, lanjutnya, maka berpotensi melanggar prinsip keadilan.
"Misalnya Komnas HAM, ORI, KY, KPU, Bawaslu,dan lain-lain, semuanya lima tahun;karenanya, akan melanggar prinsip keadilan sebagaimana Pasal 27 dan Pasal 28D UUD 1945 (inkonstitusional) jika tidak diperbaiki atau disamakan," tambahnya.