Senin 15 May 2023 13:58 WIB

Pengamat: Jokowi King Maker Pilpres 2024

Jokowi menyebut dua kriteria capres yakni merakyat dan berani.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pada puncak acara Musyawarah Rakyat (Musra) di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (14/5/2023). Dalam acara tersebut Presiden Joko Widodo menerima tiga nama bakal calon presiden yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Airlangga Hartarto serta empat nama bakal calon wakil presiden yakni Mahfud MD, Moeldoko, Arsyad Rasyid, dan Sandiaga Uno berdasarkan hasil Musra.
Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pada puncak acara Musyawarah Rakyat (Musra) di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (14/5/2023). Dalam acara tersebut Presiden Joko Widodo menerima tiga nama bakal calon presiden yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Airlangga Hartarto serta empat nama bakal calon wakil presiden yakni Mahfud MD, Moeldoko, Arsyad Rasyid, dan Sandiaga Uno berdasarkan hasil Musra.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musra yang digelar relawan-relawan Presiden Jokowi selama beberapa hari kemarin mengundang perhatian. Kehadiran Jokowi diikuti pemaparan pidato yang penuh gelora sekaligus memunculkan kode-kode keras politik. 

Pengamat politik, Agung Baskoro melihat, dalam konteks politik Jokowi mengulas soal demokratisasi politik. bagaimana merawat demokrasi di akar rumput dan siapa capres-cawapres yang tepat berdasarkan aspirasi rakyat.

Baca Juga

Secara ekonomi, fokus terkait pemanfaatan bonus demografi agar bangsa ini lebih maju dan hilirisasi berbasis kemampuan domestik. Di luar itu, Jokowi berulang kali menekankan dua kriteria utama capres yang diinginkan.

Pertama adalah merakyat. Jokowi berharap presiden ke depan bsa dekat dengan rakyat, yang paham hati rakyat, tahu kebutuhan warga dan mau bekerja keras untuk masyarakat. Kedua, berani, sosok yang berani untuk rakyat.

Pentingnya sikap merakyat dan berani ini karena pemimpin harus mengerti potensi bangsanya dan memanfaatkan peluang yang ada bukan sekedar duduk dan tanda tangan di Istana. Musra turut mempertegas peran Jokowi. "Suka atau tidak kehadiran Presiden Jokowi semakin memperkuat posisi beliau sebagai King Maker Pilpres 2024," kata Agung, Senin (15/5).

Sebab, selain memiliki pengaruh besar di relawan, Jokowi tampak dalam pembentukan koalisi di partai-partai yang selama ini duduk di pemerintahan. Termasuk, lanjut Agung, wacana menghadirkan koalisi besar.

Rekomendasi capres Musra sedikit banyak mengobyektifikasi rekomendasi resmi partai-partai pemerintah soal capres, termasuk PDIP. Sehingga, dinamika koalisi sampai penutupan pendaftaran KPU akan terus bergulir.

"Menimbang Presiden Jokowi kini bukan hanya kader PDIP, namun melekat status sebagai kepala pemerintahan yang ingin menjamin program-program bisa terus dilanjutkan bukan hanya kader yang direkomendasikan PDIP," ujar Agung.

Dari sana, nama Prabowo dan Ganjar sama kuat, bahkan lebih baik. Sebab, Ketum Gerindra sekaligus Menhan itu mampu padukan kepemimpinan militer yang menjadi rekam jejaknya dengan kepemimpinan sipil selama di partai.

Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS) ini menilai, Musra bukan sekadar ajang konsolidasi relawan atau cuma menghasilkan rekomendasi. Apalagi, Jokowi menyatakan Musra harus solid agar tidak dilecehkan.

Artinya, siapa pun capres yang kelak didukung Musra menjadi representasi suara Jokowi untuk diakomodasi dalam koalisi politik saat ini. Di sisi yang lain, jika nama Prabowo yang diputuskan tentu akan memberi suntikan moril.

Sekaligus, lanjut Agung, memastikan Jokowi memiliki dua keranjang telur dalam Pilpres 2024. Sedangkan, ketika nama Ganjar yang ditetapkan, maka otomatis ini membuktikan Presiden Jokowi senafas politik dengan PDIP. "Pun bila nama Airlangga mengemuka, maka kursi cawapres untuk Golkar menjadi pasti dimiliki," kata Agung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement