REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Sekretaris Utama (Sestama) BKKBN Tavip Agus Rayanto menyatakan penyebab utama gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi atau stunting berhubungan dengan pola asuh. "Seorang anak yang tidak stunting menjadi stunting itu terjadi di usia sembilan bulan dan ini artinya berhubungan dengan pola asuh, makanan tambahan yang diberikan orang tua kepada balita sehingga penanganan stunting harus dilakukan saat usia ini," kata dia, saat Rakor Satgas Stunting di Padang, Rabu (10/5/2023).
Ia mengatakan, secara umum ada enam provinsi yang mengalami kenaikan kasus stunting dan Sumbar memang sudah bekerja dengan programnya di tahun 2022 namun konversi dan data yang digunakan belum menyentuh anak yang terkena stunting.
"Kita harus lakukan pemetaan dengan berbasis data sehingga intervensi yang dilakukan tepat sasaran dan menurunkan angka stunting," kata dia.
Ia mengatakan, calon pengantin itu diperkirakan 80 persen akan langsung hamil dan 20 persen akan tertunda. Ibu hamil ini yang harus menjadi fokus dari satgas stunting dengan melakukan pengawalan agar anak dikandung mendapatkan nutrisi yang cukup.
"Setelah lahir juga harus dikawal agar pola asuh anak ini dapat berjalan dengan baik hingga berusia lima tahun nanti. Kalau sudah berumur lima tahun terkena stunting maka akan sulit untuk mengembalikannya," kata dia.
Ia mengakui, persoalan yang ada saat ini adalah koordinasi maupun sinergi yang tidak berjalan dengan baik dalam menjalankan program penanganan stunting.
"Contohnya setelah pertemuan ini provinsi jalan sendiri dan kota kabupaten jalan sendiri. Mereka juga memiliki data yang berbeda sehingga penanganan tidak berjalan selaras," kata dia.
Ia mengatakan, BKKBN memiliki anggaran untuk melakukan update data dan ini yang coba ditekankan sehingga memiliki data akurat akan kasus stunting. "Jika data akurat maka data stunting akan lebih terukur sehingga penanganan dapat berjalan dengan baik dan tepat sasaran," kata dia.