Rabu 10 May 2023 15:18 WIB

Demokrat Ingatkan MA Jangan Campur Adukkan Penegakan Hukum dan Politik

Demokrat menduga Presiden Jokowi mengetahui upaya PK yang diajukan Moeldoko.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Sejumlah kader hadir saat acara pidato politik Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa (14/2/2023). Pidato politik yang disampaikan di hadapan ribuan kader  Partai Demokrat tersebut menyoroti berbagai masalah yang saat ini dihadapi rakyat Indonesia, terutama masukan saat AHY berkunjung ke sejumlah daerah di Indonesia.
Foto: Republika/Prayogi.
Sejumlah kader hadir saat acara pidato politik Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Selasa (14/2/2023). Pidato politik yang disampaikan di hadapan ribuan kader Partai Demokrat tersebut menyoroti berbagai masalah yang saat ini dihadapi rakyat Indonesia, terutama masukan saat AHY berkunjung ke sejumlah daerah di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Partai Demokrat, Syahrial Nasution optimistis Mahkamah Agung (MA) akan objektif terhadap persoalan hukum yang menimpa partai berlambang bintang mercy. Termasuk soal peninjauan kembali yang dilakukan Kepala Staf Presiden Moeldoko terhadap Demokrat.

Pernyataan ini menanggapi analisis Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana terkait 10 upaya ikut campur atau cawe-cawe Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satunya adalah lewat peninjauan kembali (PK) Moeldoko ke MA.

Baca Juga

"Kami yakin para hakim di MA juga memiliki hati nurani dan memahami betul untuk tidak mencampuradukkan antara penegakan hukum dengan politik dan kekuasaan," ujar Syahrial saat dihubungi, Rabu (10/5/2023).

Kendati demikian, ia menduga bahwa Jokowi mengetahui upaya PK yang dilakukan oleh Moeldoko tersebut. Namun, Partai Demokrat enggan mencampuri tahu atau tidaknya Jokowi terhadap PK tersebut.

"Jika Pak Jokowi diam saja terkait tingkah laku anak buahnya, yaitu KSP Moeldoko, itu bukan urusan Demokrat. Sama halnya, kami pun boleh menduga yang dilakukan Moeldoko sesungguhnya diketahui persis oleh Pak Jokowi," ujar Syahrial.

Di samping itu, menilai pernyataan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto juga bertentangan dengan sikap Jokowi. Khususnya terkait pertemuan enam ketua umum partai politik di Istana Merdeka.

Hasto mengatakan, pertemuan Jokowi dan enam ketua umum partai di Istana Merdeka tak membahas politik praktis. Sedangkan Jokowi mengamini, jika pejabat publik juga merupakan pejabat politik.

"Pernyataan Sekjen PDIP tentang pertemuan enam parpol di Istana Negara bertentangan dengan Presiden Jokowi. Jokowi mengakui bahwa tidak diundangnya Partai Nasdem ke Istana dalam pertemuan parpol koalisi pemerintah karena sudah memiliki bakal calon presiden bersama Partai Demokrat dan PKS, yaitu Anies Baswedan," ujar Syahrial.

Padahal, Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang membentuk Koalisi Perubahan untuk Persatuan adalah sebuah sikap resmi yang konstitusional. Jikalau membahas masa depan bangsa, seharusnya semua partai politik diundang dalam pertemuan itu.

"Bahkan, menjadi lebih bermanfaat untuk negara apabila Presiden Jokowi juga melibatkan parpol lainnya. Tidak sebatas partai yang tergabung dalam koalisi pemerintah," ujar Syahrial.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement