Senin 08 May 2023 15:17 WIB

10 Undang-Undang Terkait Kesehatan yang akan Digusur Omnibus Law RUU Kesehatan

RUU Kesehatan menggunakan metode omnibus law seperti UU Cipta Kerja.

Sejumlah tenaga kesehatan saat melaksanakan aksi di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta, Senin (8/5/2023). Aksi damai yang dilaksanakan oleh gabungan organisasi profesi kesehatan itu menolak RUU Omnibus Law Kesehatan yang dinilai berpotensi memecah belah profesi kesehatan, melemahkan perlindungan dan kepastian hukum tenaga kesehatan. Selain itu mereka juga menuntut pemerintah untuk memperhatikan sejumlah fasilitas kesehatan di daerah pelosok yang belum memadai.
Foto:

Merespons rencana DPR dan pemerintah membahas RUU Kesehatan, para dokter, bidan, apoteker hingga perawat melakukan aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law RUU Kesehatan di silang Monas, Jakarta Pusat, pada Senin (8/5/2023). Dalam aksinya, mereka dinaungi lima organisasi buruh dari Ikatan Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

"Kami sedih soal RUU Kesehatan. Tapi kami datang dengan damai. Kami tidak datang semua di sini, karena sebagian kami tetap di lapangan tetap layani kesehatan masyarakat,” kata orator di atas mobil komando, Senin (8/5/2023).

Dia menyebut, sejauh ini para tenaga kesehatan tidak menuntut apa pun, bahkan gaji layaknya buruh atau profesi lain. Tuntutan kali ini, disebut para massa aksi karena kerugian dalam sistem kesehatan saat diambil alih seluruhnya oleh Pemerintah sesuai RUU.

Menurut dia, bukan hanya profesi tenaga kesehatan yang terancam digantikan bila pemerintah sebagai otoritas tidak menyukainya. Masyarakat dinilai menjadi korban terdampak parah dari adanya sistem ini.

“Jangan dengarkan bisikan dari yang baru lahir kemarin. Kami sudah puluhan tahun,” katanya.

Orator lain di lokasi yang sama, mengingatkan perjuangan tenaga kesehatan saat pandemi Covid-19 menyeruak. Menurut mereka, profesi tenaga kesehatan menjadi ujung tombak dan diharapkan tetap demikian tanpa adanya RUU Kesehatan.

Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi mengatakan, aksi unjuk rasa para tenaga kesehatan di Monas, Jakarta Pusat, pada hari ini digelar untuk menyuarakan dampak RUU Kesehatan terhadap masyarakat. Meski lima organisasi kesehatan di semua wilayah Indonesia melakukan aksi di Monas, kata dia, layanan kesehatan bagi masyarakat tetap terlaksana, mengingat tidak semua tenaga kesehatan ikut ke jalan menyuarakan aksi.

“Kami menjamin layanan kesehatan masih ada. Karena ada teman-teman kami yang menjaga pelayanan,” kata Adib dalam orasinya, Senin (8/5/2023).

Dia menegaskan, apa yang disuarakan oleh tenaga kesehatan saat ini merupakan perjuangan. Adib menambahkan, saat tenaga medis turun ke jalanan, ada hal yang melawan hati nurani.

“Saat tenaga medis turun ke jalan, hal yang kita hindari, hal yang melawan nurani. Saat kita turun ke jalan berarti ada sesuatu masalah, ada kondisi krisis,” ujar dia.

Tidak hanya di Jakarta, aksi juga digelar para tenaga kesehatan di daerah. Di Kota Tasikmalaya, aksi simpatik digelar di Sekretariat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Tasikmalaya. Ketua IDI Cabang Kota Tasikmalaya Polar Silumi mengatakan, aksi simpatik ini dilakukan sebagai dukungan kepada rekan-rekan mereka yang melakukan aksi damai di Jakarta.

"Ada dua hal dalam omnibus law yang kami persoalkan," kata dia, Senin.

Penolakan pertama adalah terdapat sejumlah pasal yang memberatkan kerja para nakes di lapangan. Pasal-pasal itu disebut berpotensi untuk mengkriminalisasi dokter. 

Poin kedua yang menjadi bahan penolakan adalah terkait dihapuskannya organisasi profesi dalam RUU tersebut. Artinya, organisasi seperti IDI, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), tak akan lagi diakui dalam Undang-Undang. 

Menurut Polar, organisasi profesi itu memiliki peran pengawasan etik dan pembinaan kepada para nakes. Selain itu, organisasi profesi juga memiliki peran untuk peningkatan kualifikasi nakes di lapangan. 

"Kalau tidak ada organisasi profesi, pengawasan etik dan pembinaan siapa yang akan mengawasi? Pemerintah juga tidak akan sanggup. Dokter saja sudah hampir 300 ribu. Belum lagi perawat dan lainnya," ujar dia.

Ia berharap, pemangku kebijakan dapat mendengar aspirasi para nakes di lapangn. Sebab, ia tak berharap ada aksi selanjutnya, yang justru akan merugikan masyarakat. 

"Kita tidak harapkan ada aksi selanjutnya. Karena dengan aksi mogok, itu akan merugikan masyarakat," kata Polar.

 

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin meminta perbedaan pendapat dalam proses pembahasan RUU Kesehatan diselesaikan melalui cara yang beradab. Pernyataan tersebut disampaikan untuk menjawab aksi damai penolakan RUU Kesehatan yang melibatkan lima organisasi profesi kesehatan.

"Kalau ingin mencapai tujuan yang baik dan ada perbedaan pendapat, kita selesaikan secara civilized (beradab)," ujar Budi seusai menghadiri Peluncuran Beasiswa Fellowship Luar Negeri di Gedung Kemenkes RI Jakarta, Senin (8/5/2023).

 

photo
Kitab kedokteran fenomenal sarjana muslim - (republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement