REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Sejumlah ketua umum partai politik secara bergantian mendatangi kediaman wakil presiden ke-10 da ke-12 Jusuf Kalla (JK) beberapa hari ini.
Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS), Nyarwi Ahmad, mengungkapkan meski tidak sedang memiliki jabatan kuat di partai politik, JK dinilai memiliki tiga jenis kekuatan politik yang diperlukan bagi para ketua umum parpol dalam membantu proses penyusunan koalisi maupun penentuan pasangan capres-cawapres jelang Pilpres 2024.
"Pertama, JK merupakan mantan ketua umum Partai Golkar. Para loyalis JK di Golkar dan tokoh-tokoh di partai ini yang sejalan dengan gaya, visi dan model kepemimpinan dengan JK saya kira masih banyak," kata Nyarwi kepada Republika.co.id, Ahad (7/5/2023).
Nyarwi memandang sikap dan pendapat JK memang tidak akan secara langsung berdampak pada arah orientasi politik organisasi partai Golkar. Namun sikap dan pendapat JK dinilai sangat berpotensi mempengaruhi arah kebijakan politik yang akan diambil pimpinan Golkar.
"Termasuk dalam menentukan arah koalisi maupun pasangan capres-cawapres untuk menghadapi Pilpres mendatang," kata dia.
Kemudian alasan kedua JK begitu penting dikunjungi ketua umum parpol, hal ini lantaran JK merupakan satu-satunya tokoh parpol di Indonesia yang pernah menduduki jabatan sebagai cawapres dalam dua pemerintahan yang berbeda. Di era periode pertama pemerintahan Presiden SBY dan di era periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi.
"Pengalaman JK menjadi cawapres SBY pada 2004 dan Cawapres Jokowi 2014 menandakan JK memiliki tiga pengalaman berharga, pertama dalam menyusun dan mengelola koalisi parpol untuk mendukung pasangan capres-cawapres, kedua pengalaman dalam memenangkan pertarungan Pilpres 2004 dan 2014 dan ketiga pengalaman dalam mengelola Pemerintahan bersama presiden terpilih periode 2004-2009 dan 2014-2019," jelasnya.
Menurutnya tiga jenis pengalaman JK tersebut menjadi pengetahuan yang berharga bagi para ketua umum partai yang saat ini masih galau untuk merumuskan blok koalisi yang solid maupun untuk menentukan pasangan capres-cawapres yang dapat mereka usung dan menangkan dalam kampanye Pilpres 2024 mendatang. Lalu yang alasan yang ketiga, JK dinilai merupakan sosok pengusaha yang tidak hanya mengerti dunia bisnis, namun juga berpengalaman dalam dunia politik.
"Sebagai pengusaha, saya kira JK memiliki beragam jenis jaringan ekonomi dan bisnis. Kedua jenis jaringan ini tidak hanya berguna ketika masing-masing ketua umum parpol yang saat ini masih galau menyusun blok koalisi dan mengusung pasangan Capres-Cawapres untuk didaftarkan ke KPU saja," ucapnya.
Baca juga: 22 Temuan Penyimpangan Doktrin NII di Pesantren Al Zaytun Menurut FUUI
Dosen Komunikasi Politik UGM itu menilai kedua jenis jaringan tersebut juga diperlukan ketika masing-masing parpol, caleg dan capres-cawapresnya memasukan periode kampanye bertarung untuk memenangkan pemilu dan bahkan ketika mereka memenangkan Pileg dan Pilpres 2024 sekalipun.
Siapapun yang menjadi pemenang Pileg dan Pilpres 2024 tentu ingin menunjukkan ke pemilih bahwa mereka mampu mengelola kekuasaan, menjalankan roda pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Tanpa kedua jaringan tersebut, tentu tiga hal itu sulit mereka wujudkan," ungkapnya.