REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mengkritisi wacana untuk memberikan izin ekspor konsentrat tembaga ke PT Freeport. Ia menilai, pemerintah melanggar UU 3/2020 tentang Minerba bila itu dilakukan.
Sesuai UU 3/2020 Pasal 170 A, sejak Juni 2023 ekspor konsentrat tembaga dilarang untuk hilirisasi sumber daya alam nasional. Dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah seluruh material tambang sebelum ekspor.
Mulyanto mengatakan, pemberian izin ekspor ini jelas-jelas bertentangan dengan UU 3/2020 tentang Minerba itu. Ia mengingatkan, kalau pemerintah mau memberikan izin ekspor, maka harus mengubah dulu UU terlebih dulu.
"Marwah UU kalah dengan lobi. Bagaimana roda pemerintahan bisa tertib berjalan kalau regulasi setingkat UU dengan enteng dilanggar pemerintah. Ini contoh tidak baik sekaligus memprovokasi masyarakat untuk melanggar UU," kata Mulyanto lewat rilis yang diterima Republika, Ahad (30/4/2023).
Mulyanto mengingatkan pepatah tentang guru kencing berdiri murid kencing berlari. Ia menekankan, jika pemerintah benar-benar rela melanggar UU yang ada, bukan tidak mungkin masyarakat ikut melanggar UU yang ada.
Ia berpendapat, kondisi itu menunjukkan pemerintah begitu lemah karena lagi-lagi kalah oleh lobi dari PT Freeport Indonesia. Sehingga, larangan ekspor konsentrat tembaga kembali direvisi hanya untuk melegalkan itu.
Mulyanto mempertanyakan, kalau kondisi seperti itu terus terjadi akan sulit Indonesia sebagai negara dapat dihormati bangsa lain. Pasalnya, untuk perkara-perkara yang mudah saja, pemerintah tidak konsisten.
"PKS menolak perpanjangan izin ekspor tersebut. Kami komitmen mendorong pemerintah melanjutkan program hilirisasi minerba agar penerimaan negara meningkat dan kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik," ujar Mulyanto.
Sebelumnya, PT Freeport Indonesia mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang memberi relaksasi mengekspor konsentrat tembaga mulai Juni 2023-pertengahan 2024. Padahal, UU 3/2020 jelas melarang ekspor bahan mentah.